Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sepenggal Kisah Mendagri di Desa Suku Dayak

3 September 2015   01:44 Diperbarui: 4 September 2015   21:44 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tulisan ini, adalah catatan ringan, saat saya meliput kegiatan Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, di Desa Long Nawang, Malinau, Kalimantan Utara. Menteri Tjahjo, datang ke Long Nawang, dalam rangka perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia ke-70.

 

Di sana, Mendagri menjadi inspektur upacara hari kemerdekaan.Nah, ada satu kebiasaan Mendagri, setiap usai menghadiri acara. Dia, selalu mendatangi orang-orang yang hadir, lalu menyalaminya satu persatu. Itu pula yang terjadi ketika Mendagri hadir dalam perayaan hari jadi Kabupaten Humbang Hasundutan di Sumatera Utara. Usai acara, Mendagri turun ke lapangan. Satu persatu peserta pawai di hari jadi Humbang Hasundutan, disalaminya.Saya yang menyaksikannya hanya tersenyum. Acara menyalami pasti lama. Karena peserta pawai cukup banyak. Padahal, ketika itu angin berhembus lumayan kencang, maklum lapangan yang dipakai perayaan ulang tahun berada di atas bukit. Sinar matahari pun saat itu, lumayan terik. Tapi, Mendagri seperti tak pedulikan itu, ia tetap menyalami peserta pawai.

Adegan yang sama kembali dilakukan saat Menteri Tjahjo usai jadi inspektur upacara di Long Nawang. Begitu upacara selesai, Mendagri bergegas turun ke lapangan menghampiri peserta upacara. Satu persatu disalaminya. Acara salaman pun berlangsung heboh. Peserta upacara seperti dapat momen, segera mengeluarkan telepon genggamnya masing-masing, berniat untuk memotret menteri. Ya, kapan lagi, bisa koleksi foto Mendagri yang seringnya hanya dilihat di televisi.

 

Bahkan banyak pula yang minta foto bersama.Seperti yang dilakukan seorang lelaki yang jadi dirijen lagu. Ia sampai minta seorang wartawan, agar nanti menyampaikan ke Mendagri, bahwa dirinya mau foto bareng. " Mas, nanti bilang sama Pak menteri yah, saya mau foto bersama," katanya.

 

Telepon genggamnya pun ia serahkan ke si wartawan. Carlos, sang wartawan yang dimintai tolong hanya tertawa-tawa. Dan, benar saja, saat Mendagri mendekati barisannya, ia kian salah tingkah. " Mas, bener yah, bilangan Pak menteri untuk foto," kembali ia mengingatkan.Carlos, wartawan yang dimintai tolong pun, langsung menyampaikan permintaan 'si dirijen' kepada Mendagri. Dengan wajah bungah bin sumringah, 'si dirijen' langsung mendekat setengah meloncat ke arah Mendagri. Ia pun langsung pasang pose di samping Mendagri. Carlos, yang 'disewanya' untuk memotret, berkali-kali menjepretnya dengan telepon genggam milik 'si dirijen'.

 

Setelah acara foto bersama, 'si dirijen' kembali bersalaman dengan Mendagri. Ia terlihat menggenggam erat tangan Mendagri saat salaman. " Mau saya pasang di FB (Facebook), " katanya, begitu menerima telepon genggamnya. Wajahnya begitu sumringah.

 

Carlos pun kemudian sedikit menggodanya. " Kok dengan bupatimu tak mau foto?"Ya ' si dirijen' yang ngebet bisa foto bersama dengan Mendagri itu, adalah seorang pegawai di lingkungan Pemkab Malinau. Bupati Malinau, Yansen TP sendiri memang ikut menemani Mendagri bersalaman dengan para peserta upacara. " Ah, bosen foto dengan bupati," katanya.

 

Mendagri pun kemudian melangkahkan kakinya menuju Balai Adat yang tak jauh dari lapangan, tempat upacara di gelar. Tiba-tiba Carlos mendekat. " Pak, para penari belum disalami," serunya. Menteri Tjahjo pun tampak kaget. Ia pun kemudian kembali memutarkan badan ke belakang, lalu melangkah menuju barisan para penari yang berjejer pinggir lapangan. Satu persatu para penari yang tadi saat ia baru datang ke Long Nawang, menyambutnya dengan tarian Kancet Ajai, tarian perang ala Suku Dayak Kenyah di mulut desa.

 

Soal motret memotret, lain warga, lain pula wartawan. Bila warga berebut bisa foto bersama dengan Mendagri, lain lagi dengan wartawan yang ikut meliput acara peringatan kemerdekaan di Long Nawang. Yang dikejar wartawan, adalah foto bersama dengan putri Kepala Adat Besar Suku Dayak Apo Kayan, Ibau Ala. Ya, putri kepala suku, memang cantik. Kulitnya putih bersih.

 

"Kang, enggak foto dengan putri kepala suku?" tanya Ken, salah seorang wartawan yang juga ikut meliput kepada saya.Saya hanya mengkeret. " Enggaklah Bang, saya foto saja dengan kepala sukunya," kata saya." Ha..ha.ha.ha, takut ketahuan istri yah..ha.ha.ha," kata Ken lagi sambil tertawa ngakak.Carlos, tiba-tiba mendekat, dan langsung ikut nimbrung. " Kang, katanya, anak kepala suku yang kuliah di Bandung, malah lebih cantik," kata Carlos.Di dekat kami mengobrol memang berdiri putri kepala suku yang 'aduhai'. Sejak kami tiba di Long Nawang, salah satu yang jadi perhatian para wartawan adalah putri kepala suku. Ya tentunya, hanya wartawan pria yang selalu merhatikan dengan seksama putri kepala suku.Tempat nginap kami di Long Nawang, memang dekat dengan rumah kepala suku. Tapi, untuk makan atau buang air, kami harus ke rumah kepala suku. Maka, praktis setiap hendak buang air atau mandi, ataupun makan, putri kepala suku sering kami lihat.Dan, saat sudah pulang dari Long Nawang, wartawan yang 'sukses' berfoto bareng dengan putri kepala suku, saling memamerkannya. Mungkin yang paling sukses adalah Bayu, wartawan Jawa Pos. Ia berhasil merayu putri kepala suku untuk melakukan adegan foto yang 'romantis'. Dalam foto yang dipamerkannya, tampak Bayu tengah dikalungi semacam kalung oleh putri kepala suku. Entah bagaimana cara Bayu merayu putri kepala suku. Tapi yang pasti kata dia, kalung yang dikalungkan ke lehernya oleh putri kepala suku nan cantik itu, adalah kalung pinjaman. Kalung ia pinjam dari putri kepala suku itu sendiri. dari Saya juga tak tahu, bagaimana cara Bayu 'merayu' putri kepala suku, hingga mau meminjamkan kalungnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun