Pada 10 Agustus 2015, Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, melantik Wakil Rektor Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Erliana Hasan. Pelantikan dilakukan di gedung Sasana Bhakti Praja yang ada dalam komplek gedung Kementerian Dalam Negeri, di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat.
Ibu Wakil Rektor yang dilantik tampak anggun. Senyum selalu diulas bibirnya. Tentu siapa yang tak bangga menjadi wakil rektor dari institusi pendidikan terkemuka di Tanah Air, sekolah penghasil para birokrat.
Sebelumnya, Mendagri, Tjahjo Kumolo sudah melantik Rektor IPDN, Ermaya Suradinata, mantan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional atau Lemhanas. Ermaya menggantikan Rektor IPDN sebelumnya, Suhajar Diantoro yang ditarik Menteri Tjahjo ke Jakarta untuk menjadi staf ahli menteri. Pergantian ini, merupakan bagian dari penyegaran pejabat di lingkungan IPDN. Tapi, dibalik itu juga, sebagai bentuk langkah konkrit dari Mendagri yang bertekad menjadikan sekolah plat merah penghasil para birokrat itu sebagai pusat gerakan revolusi mental di lingkungan Kemendagri.
Menteri Tjahjo sadar IPDN selalu jadi sorotan publik. Terlebih ketika praktek kekerasan yang terjadi di sekolah para calon praja itu diungkap ke publik serta di blow up media. Sekolah itu pun dapat stigma negatif. Karena itulah, Menteri Tjahjo bertekad mengikis habis stigma negatif yang melekat di IPDN. Dirinya tak akan mentolerir, jika kemudian terjadi lagi praktek-praktek tak terpuji di IPDN. Langkah tegas pun diberlakukan. Direktur IPDN Riau, langsung dicopot, begitu diketahui di Kampus IPDN Riau, terjadi kasus asusila yang menurut Mendagri, sangat mencoreng institusi pendidikan kebanggaan Kemendagri.
Pada pelantikan Rektor IPDN di Jatinangor, 'warning keras' ia suarakan. Kata Menteri Tjahjo, ia tak segan-segan mencopot Rektor IPDN, bila kemudian terjadi lagi kasus yang mencoreng sekolah tersebut. Dan, untuk mewujudkan IPDN menjadi pusat gerakan revolusi mental, perbaikan demi perbaikan dilakukan. Sistem rekrutmen diperbaiki, untuk menutup celah adanya praktek KKN dalam penerimaan siswa calon praja. Sistem online diberlakukan.
Dari sisi tes pun dilakukan perombakan besar-besaran. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK_) dilibatkan, untuk mengetes integritas calon praja. Komisi Hak Asasi Nasional (Komnas HAM) juga digandeng, untuk menelaah seluruh peraturan Rektor IPDN yang terindikasi masih memuat celah pelanggaran HAM. Bahkan Menteri Tjahjo punya tekad, IPDN tak kalah dengan Akpol dan Akmil, dua institusi pendidikan milik Polri dan TNI.
Tapi kenapa ia kemudian memilih, Erliana Hasan seorang dosen perempuan untuk jadi Wakil Rektor IPDN? Ternyata, Menteri Tjahjo punya alasan tersendiri, kenapa mengangkat seorang perempuan, seorang ibu sebagai Wakil Rektor. Ia ingin ada sentuhan seorang Ibu dalam memoles IPDN. Ia yakin, sentuhan seorang ibu bisa memberi warna lain. Dan ia harapkan, sentuhan seorang ibu bisa melahirkan para praja yang tegas, disiplin, tapi tetap humanis.
" Mungkin dengan sentuhan ibu atau perawatan dari ibu lebih mampu untuk menjadikan IPDN lebih humanis dan bisa menjalankan revolusi mental yang harus dimulai dari IPDN," katanya.
Menteri Tjahjo pun bercerita tentang tahapan seleksi calon Wakil Rektor, hingga ia bersama Sekretaris Jenderal Kemendagri, Pak Yuswandi Arsyad Temenggung memutus mengangkat Erliana sebagai Wakil Rektor. Katanya, sebelum ia memutuskan memilih Erliana, ia telah meminta hampir 20 pejabat IPDN di berbagai bidang, serta seluruh IPDN untuk membuat makalah tentang sistem pendidikan di sekolah plat merah tersebut. Setelah diseleksi, ia dan Sekjen Kemendagri akhirnya memutuskan memilih Erliana.
" Saya dengan Pak Sekjen melihat mana yang terbaik, akhirnya saya putuskan Wakilnya Profesor Ermaya adalah seorang ibu," katanya.
Ia cukup optimis di bawah kepemimpinan Profesor Ermaya yangpernah menjadi Gubernur Lemhanas, juga alumni IPDN bisa membuat sekolah calon praja itu lebih berwibawa. Ia yakin dengan kemampuan serta pengalaman Ermaya. Sebab Ermaya, pernah jadi camat sampai menjadi Gubernur Lemhanas.