Marzan menambahkan, tidak masuk logika jika proyek berskala nasional dan strategis seperti e-KTP begitu longgar dan bisa diakses oleh pihak luar dengan mudah. Sejak awal, proyek e-KTP melibatkan banyak pihak, termasuk melibatkan Lemsaneg. Karena dari awal ide tentang proyek e-KTP, termasuk server di dalamnya berangkat dari sebuah keinginan bagaimana Indonesia bisa menjamin kemandirian Negara dengan tidak tergantung kepada pihak asing. Maka proyek e-KTP pun kemudian diputuskan sepenuhnya dibiayai oleh anggaran negara. Saat itu, sejak awal BPPT ikut terlibat. Bahkan kata Marzan, lembaganya yang saat itu menolak keras proyek e-KTP memakai pinjaman luar negeri. Tidak hanya itu, BPPT juga menolak bila proyek e-KTP memakai atau didukung dana hibah atau ada bantuan dari badan usaha.
" Saya menginginkan dibiayai anggaran APBN, sehingga memiliki kekuasaan mutlak terhadap data," kata Marzan.
Namun Marzan mengakui, bila dalam proses produksi ada keterlibatan asing, karena kemampuan industri dalam negeri masih terbatas. Misalnya pembuatan chip, kartu, dan segala macam masih diimpor. Tapi yang paling penting kata dia, adalah jaminan keamanan data itu. Marzan menjamin, data di server e-KTP aman. Terlebih dalam pengamanannya melibatkan Lembaga Sandi Negara. Jadi sistem di e-KTP hanya bisa diakses oleh lembaga berwenang.
"BPPT juga sudah menyampaikan penjelasan ke Kemendagri terkait ini,"katanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H