" Ternyata, rumah saya hanya retak-retak tidak ambruk," katanya. Retakan di dinding rumah, baru ia ketahui esok harinya.
Setelah itu ia segera keluar rumah. Untung handphone ada di saku, segera ia menghubungi istrinya yang tadi pergi dengan tiga anaknya yang lain. Tapi saat dikontak, telepon genggam istrinya terus tulalit. Kecemasan kembali menyergap. Ia bahkan hampir frustasi. Sementara malam terus merambat, ia dan anaknya bersama warga yang lain berkumpul di tanah lapang dekat rumahnya, sambil berharap cemas akan nasib istri dan tiga anaknya.
Herman saat itu berkeputusan, tak mau pergi jauh dari rumahnya. Dalam pikirnya, bila pergi jauh, bagaimana kalau istrinya datang mencarinya, tentu makin sulit bisa ketemu lagi. Sambil terus merapal doa, ia berusaha mengontak telepon genggam istrinya. Jawaban tetap tulalit. Cemas makin menjadi-jadi.
" Waktu itu, istri saya sedang keluar bersama tiga anak saya lainnya, naik mobil, ada acara dengan temannya," kata dia, mengisahkan ulang cerita horor yang dialaminya saat gempa besar mengguncang Padang.
Lewat tengah malam, baru ia bisa bertemu dengan istri dan anaknya. Haru, panik dan bahagia bercampur saat ia memeluk istri dan ketiga anaknya. Ia tak percaya, semua keluarganya selamat.
Meski pernah mengalami pengalaman yang mencekam saat gempa mengguncang, Herman tak berniat pindah rumah. Ia sadar daerahnya masuk zona rawan gempa, bahkan kalau tsunami menerjang kemungkinan rumahnya bakal tersapu, karena memang cukup dekat dengan pantai. Tapi kata dia, nyawa ada ditangan Tuhan. Yang penting, katanya selalu waspada.
Setelah mendengar kisahnya, saya tercenung. Tak bisa membayangkan andai mengalami sendiri. Memang berat dan dilematis tinggal di daerah zona gempa. Apalagi guncangan gempa sulit diprediksi kapan akan terjadi.
Provinsi Sumatera Barat sendiri memang sebuah provinsi yang masuk kategori daerah rawan gempa. Gempa pada Rabu 30 September 2009, adalah salah satu gempa terbesar yang melanda provinsi berjuluk bumi Minang itu.
Saat itu, guncangan 'lindu' meluluhlantakan sebagian wilayah Sumatera Barat. Mengutip situs Wikipedia, kekuatan gempa saat itu 7,6 skala richter. Terjadi sekitar pukul 17:16:10 Wib. Gempa mengguncang beberapa kabupaten di Sumatera Barat, yaitu, Kabupaten Padang Pariaman, Kota Padang, Kabupaten Pesisir Selatan, Kota Pariaman, Kota Bukittinggi, Kota Padangpanjang, Kabupaten Agam, Kota Solok, dan Kabupaten Pasaman Barat.
Jumlah korban tewas, tercatat 6.234 orang. Korban luka berat sebanyak 1.214 orang, luka ringan 1.688 orang, korban hilang 1 orang. Gempa juga merusak 135.448 rumah dengan kondisi rusak berat, dan 65.380 rumah rusak sedang, sisanya 78.604 rumah rusak ringan.
Provinsi itu, memang masuk dalam zona gempa, karena berada di antara pertemuan dua lempeng benua besar yaitu lempeng eurasia dan lempeng Indo-Australia dan ada di atas patahan (sesar) Semangko.