Pendapat bahwa presiden susah dihubungi, mungkin bisa benar, bisa tidak. Bagi rakyat biasa, mungkin susah bisa menghubungi langsung presiden, kapan saja. Tapi bagi seorang menteri, mungkin gampang saja menghubungi kepala pemerintahan. Karena idealnya begitu, pembantu tak sulit berkomunikasi dengan bosnya.
Saya pernah wawancara Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi. Kala itu, sedang ramainya diberitakan, keluhan presiden akan macetnya komunikasi dengan para pembantunya. Gamawan, sebagai pembantu presiden, saat ditanyakan soal itu membantahnya.
Kata dia, tak benar presiden sulit di hubungi para menterinya. Ia pun mengaku tak susah berkomunikasi dengan presiden. Seorang menteri yang notabene pembantu presiden, memang seharusnya menjadi orang pertama yang melaporkan satu masalah yang menjadi lingkup kerjanya.
" Kapan saja, saya telepon beliau, begitu ada hal baru atau informasi penting," kata dia, kala itu.
Gamawan juga membantah presiden sulit ditembus. Bahkan presiden begitu terbuka, bila ada pembantunya hendak menyampai satu hal." Â Saya berani saja. Any time, bisa telepon presiden," kata Gamawan.
Ia pun mencontohkan tentang hal itu. Misalnya saat pemberitaan RUU Desa menghangat. Ia dengan responsif meminta waktu presiden menjelaskan hal itu. Bukan hanya isu-isu krusial yang ada dalam draft RUU Desa. Tapi isu-isu diluar RUU Desa.
"Saya responsif saja. Saya tadi minta waktu menjelaskan tentang UU Desa. Saya kasih 10 isu, diluar yang masuk RUU Desa. Beliau antusias. Saya bilang, jangan dari orang lain dulu mendengarnya, tapi dari saya dulu," katanya.
Bahkan untuk hal-hal yang sifatnya di luar tugas teknisnya sebagai Mendagri, ia sering menyampaikan sebuah informasi. Misalnya ketika, mantan Gubernur Jambi meninggal, ia langsung memberitahu presiden.
" Beliau langsung merespon, ooh segera kirim karangan bunga. Itu contohnya, " katanya.
Saat ditanya, tentang keluhan presiden terkait lambatnya laporan masuk dari menteri, semisal ambruknya jembatan di Kutai Kartanegara, menurut Gamawan, itu adalah kritikan dari kepala pemerintahan pada para pembantunya. Ia melihat itu hanya sebuah kisah yang sifatnya kasuistis. Namun memang itu sebuah kritikan membangun, agar semua jajaran di kabinet memperbaiki diri.
Tapi dimata, Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanegara, Eko Harry Susanto, yang saya hubungi via telepon, mengatakan, keluhan Presiden SBY, tentang buruk dan lambatnya penyampaian informasi di kabinet, menunjukan bahwa ada problem dalam alur komunikasi. Kata dia, pejabat negara, harusnya mampu menciptakan sistem komunikasi yang tak birokratis. Serta hilangkan komunikasi asal bapak senang.