Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Habis Jenderal, Terbitlah Jenderal

8 April 2012   18:43 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:52 8189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1333939765101599190

[caption id="attachment_180884" align="aligncenter" width="500" caption="admin/ilustrasi (shutterstock)"][/caption] Setiap gelaran pemilihan presiden atau Pilpres, tokoh yang punya latar belakang militer, memang selalu di gadang partai untuk dicalonkan. Pilpres kemarin, misalnya, ada tiga pensiunan jenderal yang maju. Pertama Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY, jenderal bintang empat, yang maju lewat Partai Demokrat, berpasangan dengan Boediono. Jenderal SBY saat Pilpres 2009, statusnya adalah incumbent. Dan SBY yang pensiunan jenderal itu kembali menang. Pesaingnya jenderal SBY pada Pilpres 2009, tak hanya politisi sipil, tapi juga terdapat dua tokoh berlatar militer, yakni Wiranto, eks Panglima TNI dan Prabowo Subianto, mantan Panglima Kostrad atau Pangkostrad. Wiranto sebagai panglima, tentu pangkat kemiliterannya yang tertinggi yakni menyandang empat bintang di pundak. Wiranto , maju ke gelanggang. Pilpres sebagai calon wakil presiden berpasangan dengan Jusuf Kalla, Ketua Umum Golkar sebelum digantikan Aburizal Bakrie. Jusuf Kalla sendiri adalah mantan pasangan jenderal SBY ketika memenangi Pilpres 2004, atau mantan Wakil Presiden. Wiranto juga tercatat pernah mencalonkan diri sebagai calon presiden pada Pilpres 2004. Saat itu Wiranto maju berpasangan dengan Solahuddin Wahid, adik mendiang Gus Dur. Ia melenggang ke persaingan, setelah menang dalam konvensi Golkar. Saat itu yang jadi lawan Wiranto adalah pasangan Amien Rais-Siswono, Hamzah Haz-Agum Gumelar, Megawati-Hasyim Muzadi, dan SBY-Jusuf Kalla. Sayang Wiranto gagal di putaran pertama. Dua pasangan calon presiden dan wakil presiden lolos ke putaran dua, yakni duet Mega-Hasyim Muzadi melawan pasangan SBY-Jusuf Kalla. Sayang, Mega-Hasyim tak bisa membendung pasangan SBY-Jusuf Kalla, yang kemudian oleh KPU dinyatakan sebagai pemenang. Dan Wiranto pun gagal pula bersaing dengan mantan anak buahnya, jenderal SBY. Menariknya, pada Pilpres 2009, Wiranto berduet dengan mantan rivalnya di 2004, yakni Jusuf Kalla. Kali ini, Wiranto mengalah menjadi calon RI-2, karena daya tawar partainya, yakni Partai Hanura tak terlalu besar. Di Pilpres 2009, selain Wiranto dan SBY, ada satu lagi jenderal yang maju, yaitu Prabowo. Pangkat terakhir Prabowo di militer adalah Letnan Jenderal atau jenderal bintang tiga. Mantan Pangkostrad dan Danjen Kopassus itu, maju ke Pilpres 2009, sebagai calon wakil presidennya, Megawati, Ketua Umum PDI-P. Mega sendiri adalah mantan Presiden, ketika jenderal SBY yang saat ini menjadi presiden, masih berstatus sebagai Menkopolhukam. Atau dalam kata lain, jenderal SBY adalah pembantunya Mega saat itu. Dan pada Pilpres 2004, Mega statusnya incumbent. Sayang Mega kalah oleh SBY, eks Menkopolhukam di jajaran kabinetnya. Dan di 2009, saat berduet dengan Prabowo, kembali Mega harus mengakui keunggulan SBY. Dan di Pilpres 2014, sepertinya para jenderal kembali akan turun gunung maju berlaga ke panggung pemilihan. Sebut saja yang sudah terang-terangan, seperti Prabowo Subianto. Oleh Gerindra, partai yang didirikannya, Prabowo memang calon presiden satu-satunya yang bakal di usung. Atau dalam kata lain, harga mati. Wiranto juga sepertinya akan kembali bersaing. Hanura, meski belum setegas dan sebenderang Gerindra, sepertinya tetap menggadang jenderal Wiranto. Kali ini, jenderal SBY bakal absen dalam persaingan, sebab terbentur aturan konstitusi, dimana yang sudah dua kali menjabat sebagai presiden, tak boleh lagi maju untuk ketiga kalinya. Maka bila tak ada aral melintang, bisa jadi Wiranto akan bersaing melawan Prabowo. Tentu dengan catatan, Hanura dan Gerindra raihan suaranya sesuai syarat perundang-undangan bisa mencalonkan calon RI-1. Atau kedua partai itu bisa mengajak partai lain berkoalisi, hingga bisa menyorong calon presidennya. Bisa jadi rivalitas Wiranto dan Prabowo kembali terulang. Seperti diketahui, dulu kala keduanya masih aktif di militer, santer diberitakan berseteru. Jenderal-jenderal lainnya yang mengemuka dan diberitakan pantas menjadi calon presiden adalah Djoko Suyanto. Djoko saat ini adalah Menkopolhukam di kabinetnya SBY-Boediono. Atau bisa dikatakan, pensiunan bintang empat angkatan udara itu, adalah orang dekatnya SBY. Pangkat terakhir Djoko adalah marsekal, sebuah pangkat tertinggi di lingkungan TNI-AU, atau setara dengan jenderal bintang empat. Sementara jabatan terakhirnya di institusi militer adalah Panglima TNI. Kabarnya, Djoko adalah calon alternatif dari Demokrat, bila dari partai pemenang pemilu 2009 itu tak ada calon yang bisa dijual. Jenderal yang lain, yang kabarnya juga banyak dielus untuk maju ke gelanggang Pilpres adalah Jenderal Pramono Edhie Wibowo. Pramono adalah adik iparnya jenderal SBY, karena ia adalah adik kandung dari Anie Yudhoyono. Jenderal Pramono, saat ini masih menjabat sebagai orang nomor satu di TNI AD. Jabatannya Kepala Staf TNI Angkatan Darat. Sebelumnya, Pramono adalah Pangkostrad dan mantan Danjen Kopassus. Ditilik dari jenjang karir militernya, Pramono mirip dengan Prabowo yang juga pernah jadi Pangkostrad dan Danjen Kopassus. Atau seperti Wiranto, yang pernah jadi Pangkostrad dan Kasad, sebelum akhirnya diangkat menjadi Panglima TNI. Bisa jadi, setelah Kasad, Pramono bakal menjadi Panglima TNI. Bahkan, Aburizal Bakrie, dan kalangan elit di Partai Golkar, telah terang-terangan kepincut dengan Pramono. Dan ingin menyandingkannya dengan Aburizal. Atau menjadikan Pramono sebagai calon wakilnya Aburizal. Aburizal atau Ical saat ini adalah Ketua Umum Partai Golkar. Dan Ical adalah kandidat kuat calon presiden dari partai berlambang pohon beringin itu. Kabarnya, Ical juga didukung para jenderal untuk tim pemenangannya. Luhut Panjaitan, pensiunan jenderal angkatan darat, dikabarkan jadi dirijen tim suksesnya. Pensiunan jenderal yang berhasrat berkantor di Istana adalah Sutiyoso. Bahkan, mantan Pangdam Jaya dan Gubernur DKI itu, sebelum persaingan Pilpres 2009 ditabuh sudah mendeklarasikan diri siap jadi presiden. Sayang tak ada partai besar yang meliriknya, alhasil Bang Yos, demikian panggilannya, harus memendam ambisinya. Kini ambisi itu kembali diretas pensiunan jenderal bintang tiga tersebut. Sutiyoso kini menjadi nakhoda PKPI, partai yang sebelumnya di pimpin Meutia Hatta, putri almarhum Bung Hatta, wakil presiden RI yang pertama. Tak hanya di panggung menuju Istana para jenderal akan turun gunung, di panggung politik menuju balai kota ibukota juga tercatat dua pensiunan jenderal yang akan berlaga. Pertama, Nachrowi Ramli, pensiunan jenderal bintang dua dari angkatan darat atau mayor jenderal purnawirawan. Mantan kepala lembaga sandi negara itu, kini maju Pilkada sebagai calon wakil gubernur mendampingi Fauzi Bowo, sang incumbent. Awalnya, teman sekelas jenderal SBY saat di akademi militer itu berambisi menjadi calon gubernur. Modal untuk itu sebenarnya memadai, karena mayor jenderal purnawirawan kelahiran betawi itu adalah ketua Demokrat Jakarta. Sayang, jenderal penyuka pisang itu kalah bersaing dengan Fauzi Bowo dalam memperebutkan tiket calon gubernur dari Demokrat. Nachrowi pun harus puas hanya sebagai calon DKI-2. Fauzi Bowo pun saat maju di Pilkada DKI pada 2007, menggandeng tokoh berlatar tentara yakni Prijanto. Prijanto adalah mayor jenderal aktif ketika di pinang Fauzi Bowo, dan mengajukan pensiun dini, saat sudah dipastikan maju Pilkada mendampingi Foke, panggilan akrab Fauzi Bowo. Dan, di penghujung masa baktinya sebagai wakil gubernur, Prijanto mengajukan pengunduran diri, karena kecewa dengan kepemimpinan Fauzi Bowo. Meski pengunduran diri Prijanto, kemudian ditolak oleh DPRD Ibukota. Sementara pensiunan jenderal yang kedua, adalah Letnan Jenderal purnawirawan Nono Sampono. Nono adalah pensiunan bintang tiga marinir, sebuah kesatuan di lingkungan TNI-AL. Bahkan Nono pernah menjadi komandan jenderal marinir, dan bekas komandan pengawal presiden di era Megawati. Nono, di Pilkada DKI, awalnya berambisi menjadi calon gubernur. Tapi setelah sekian lama bergerilya mencari dukungan partai, Nono gagal mendapatkan tiket calon DKI-1. Beruntung di menit terakhir, Alex Noerdin, calon gubernur yang di usung Golkar meminangnya sebagai calon wakil gubernur. Secara politik, nasib Nono sama dengan Nachrowi. Dalam sejarah, para jenderal memang dominan memegang tampuk kekuasaan. Presiden pertama RI, Soekarno memang orang sipil, pun wakilnya Bung Hatta juga tokoh sipil. Tapi saat Soekarno berkuasa, para jenderal sudah menunjukan taringnya. Dan kemudian, sejarah mencatatkan, Soekarno lengser, digantikan jenderal militer yaitu Soeharto. Jenderal Soeharto bahkan mencengkram kekuasaan begitu lama. Sekitar 32 tahun lebih, mantan Pangkostrad itu berkuasa sebagai presiden. Wakilnya pun rata-rata berlatar belakang jenderal, misalnya Umar Wirahadikusumah, Sudharmono dan Try Soetrisno. Sementara wakil Soeharto yang berasal dari kalangan sipil, adalah Hamengkubowono, Adam Malik dan Habibie. Itu pun Hamengkubowono, menyandang pangkat jenderal tituler. Wajar memang jika selalu saja ada pensiunan jenderal yang digadang. Sebab kalau meminjam pengamatan para analis politik, tokoh berlatar belakang militer, memiliki daya tarik lebih. Para tokoh dari militer selalu di identikan dengan sosok yang tegas dan disiplin. Meski itu debatable, sebab jenderal SBY selalu dikritik sebagai pemimpin yang peragu, walau oleh para pembantunya, seperti Tifatul Sembiring misalnya, kemarin mengatakan SBY bukanlah pemimpin peragu, tapi pemimpin yang sangat berhati-hati. Jadi, di negeri ini, panggung politik ibarat habis jenderal, terbitlah jenderal. Dari jenderal ke jenderal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun