Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Politik

Andai Indonesia Seperti Jerman

20 Maret 2012   12:25 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:42 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kata August lagi, perdebatan dalam RUU pemilu wajar bila terus mangkrak, karena memang tak ada fokus. Ia pun mengambil contoh tentang siapa-siapa saja aktor yang terlibat dalam pembahasan regulasi itu.

" Jadi yang menarik dicermati dalam perdebatan itu bukan soal sistem yang bakal dihasilkan tapi aktornya," kata August.

Di Indonesia, katanya, berapa pun kursi yang diraih partai yang lolos parliamentary treshold 2,5 persen pada pemilu 2009, dia berhak atas semua komisi di parlemen. Misalnya Partai Hanura, yang mendapat 16 kursi, ia berhak menempatkan kadernya di semua komisi.

Pada akhirnya kedodoran. Dalam pembahasan RUU Pemilu, Partai Hanura misalnya mengandalkan Akbar Faizal. Padahal beban kerja Akbar tak sekedar di Pansus RUU Pemilu, karena politisi Hanura itu mesti membagi fokus untuk tugas yang lain. Alhasil, kata August, kerapkali karena tak intens dan fokus, pemahaman dan kedalaman penguasaan terhadap pembahasan RUU Pemilu kurang begitu maksimal.

" Kadang ya gitu, di Baleg sudah disepakati, tiba-tiba gagal lagi di Panja, karena ada wakil dari partai tertentu berteriak menolak. Padahal dia itu tak mengikuti pembahasan Di Baleg. Ya itu karena dia tugasnya rangkap dimana-mana, datang tiba-tiba marah-marah, setelah itu pergi saja, karena ada tugas lainnya," kata August mengilustrasikan apa yang terjadi dibalik rapat pembahasan RUU Pemilu.

Mungkin karena Akbar ada dimana-mana, pantas bila ia tenar, kata August berseloroh. " Ya kan di harus komentar sana, komentar sini. Semua kan harus dikomentari, ya wajar bila dia terkenal," katanya.

Akbar Faizal, adalah politisi muda Partai Hanura. Sebelum tercatat sebagai politisi Hanura, Akbar sempat berkarir politik di Partai Golkar. Kini, memang Akbar adalah bintangnya Hanura, partai yang dipimpin Wiranto, yang pernah menjadi Panglima TNI di era terakhir Soeharto akan jatuh. Karena sering dikutip media, Charta Politika, sebuah lembaga kajian dan konsultan politik, tahun 2012 ini memberikan penghargaan pada Akbar berupa Charta Politika Award.

August pun membayang andai Indonesia seperti Jerman. Di negara bavaria tersebut, komisi-komisi tak begitu saja dibagikan ke semua partai. Atau semua partai tidak lantas karena bisa masuk parlemen, lalu bisa duduk di semua komisi.

Di Jerman, partai memilih komisi itu berdasarkan platform partainya. Misalnya partai Hijau, ia memilih beberapa komisi saja yang dianggap lewat itu platform partai bisa diperjuangkan.

" Misalnya tiga komisi saja yang pas sebagai perjuangan platform partai. Kalau satu komisi jumlahnya 50 orang, katakanlah kursi yang dimiliki sebuah partai itu 20 kursi, maka ia kirim 5 kadernya dimasing-masing komisi yang ia pilih. Artinya kan 15 kader yang ditempatkan. Dan 5 lainnya, fokus mengurus fraksi, dan fraksilah sebagai penjaga gawang untuk memastikan apakah platform partai itu masuk di komisi-komisi itu enggak," urai August.

Pada akhirnya fokus perjuangan lebih jelas. Dan platform partai tak sekedar kosmetik politik, tapi benar-benar di perjuangkan lewat komisi yang bidangnya dinilai bisa membumikan platform partai jadi kebijakan. Partai Hijau di Jerman melakukan itu, dan berhasil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun