Revisi Undang-undang Pemilu, pembahasanya berlangsung alot. Tidak heran memang, karena regulasi itu yang menentukan bukan hanya eksis tidaknya partai di panggung pemilu, tapi juga menentukan nasib politisi yang ingin masuk parlemen di 2014. Maka energi politik pun banyak terkuras untuk memperjuangkan kepentingan politik masing-masing partai dan politisinya.
Faktanya, hingga mendekati tenggat penyelesaian RUU yang dipatok pada Maret 2012, pembahasan masih juga alot. Poin yang paling alot adalah tentang berapa angka parliamentary treshold atau PT yang bakal diterapkan pada pemilu 2014.
Besaran angka PT menjadi penting memang bagi partai. Karena bila gagal melewatinya, alamat tak bisa masuk parlemen. Beberapa partai merasakan pahitnya pil angka PT, seperti Partai Bulan Bintang (PBB), yang sekarang di pimpin MS Kaban, Partai Damai Sejahtera (PDS), Partai Bintang Reformasi (PBR), dan PKPI.
Partainya MS Kaban yang paling merasakan pahitnya pil PT. Ada di urutan 10 besar, tapi raupan suara PBB tak mencapai 2,5 persen dari total jumlah pemilih. Maka PBB pun terlempar dari orbit politik Senayan. Padahal pada pemilu sebelumnya, partai yang sempat di nakhodai Yusril Ihza Mahendra itu, masih bisa masuk parlemen.
Begitupun dengan PDS, PKPI dan PBR, harus menelan pil pahit 'terusir' dari Senayan karena tak mampu melewati angka PT 2,5 persen. Kaban tentu tak ingin kembali di luar ring.
Maka mantan Menteri Kehutanan itu, menyebut rencana menaikan angka PT hingga 5 persen, tak lebih sebagai skenario partai besar di Senayan memberangus demokrasi. Kaban pun menuding, partai besar sepertinya ingin membunuh partai-partai kecil. Apalagi bila PT itu diberlakukan secara nasional, menurutnya, potensi chaos akan besar di daerah-daerah.
" Bisa bunuh-bunuhan caleg yang suaranya harus dihanguskan oleh arogansi partai besar," katanya.
Partai kecil non Senayan, gigi politik kini memang ada didaerah. Karena angka PT 2,5 persen hanya berlaku bagi DPR, partai seperti PBB, PDS, PBR atau PKPI dan partai lainnya, masih bisa eksis di daerah, menempatkan wakilnya di parlemen lokal, bahkan bisa ikut dalam Pilkada. Maka, kalau PT dipukul rata, kata Kaban, akan banyak konflik di daerah.
"Perlu ada solusi jalan tengah," kata mantan Sekjen PBB, Sahar L Hassan saat ditemui di kantor DPP PBB, di bilangan Pasar Minggu Jakarta Selatan. Kata Sahar, angka PT boleh dinaikan, tapi jangan sampai membuat hangus suara rakyat. Sahar menyodorkan metode stambus accord atau penggabungan suara diberlakukan lagi, seperti pada pemilu 1999. Dimana, partai-partai yang tak bisa melewati angka PT, masih bisa masuk Senayan dengan menggabungkan suaranya dengan partai lain yang sepakat bergabung.
" Dengan begitu suara rakyat tidak hangus," ujar dia.
Namun, bila partai di Senayan menolaknya, tak ada jalan lain kata Sahar, selain melakukan perlawanan politik. Mahkamah Konstitusi (MK) akan menjadi tumpuan partai non Senayan. Gugatan uji materil terhadap angka PT akan dilayangkan ke MK bila partai di Senayan ngotot memberlakukan angka PT yang terlalu tinggi.