Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bagian (4) : "Menunggu Nasib Regulasi Seharga 7 Milyar Lebih"

13 Maret 2012   08:42 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:08 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pengamat Politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Andi Syafrani juga sependapat dengan Jeirry. Partai papan tengah, kenapa ngotot, karena jika PT naik drastis eksistensi bisa terancam. Ada semacam ketidakpercayaan diri diantara partai papan tengah bisa melewati angka PT, entah itu bila dipatok 4 persen atau 5 persen.

Tapi Politisi PAN, Viva Yoga Mualadi, saat di hubungi lewat telepon, mengatakan, ia menolak bila partainya dinilai tak percaya diri bersaing di pemilu 2014 hanya karena PT naik hingga 4 atau 5 persen. Bukan itu subtansi persaalannya, kata Viva. Menurutnya demokrasi yang baik itu, bila tak banyak suara rakyat yang hilang. Kalau banyak suara rakyat yang hangus, sama saja demokrasi meninggal noda.

Pendapat Viva, juga diamini Sekjen PPP, Romahurmuzy yang di wawancarai via blackberry messenger. Menurutnya, pemilu itu harus menjamin suara rakyat benar-benar terakomodir. Ngototnya PPP agar angka PT tetap dipatok 2,5 persen, katanya, bukan karena PPP takut tak bisa melampuai angka PT sebesar 4 atau 5 persen. " Ini soal suara rakyat yang akan banyak hilang," cetus.

Bukan hanya energi yang terkuras, tapi juga anggaran. Karena biaya untuk merampungkan UU Pemilu cukup besar. Anggota Komisi II dari Fraksi Partai Golkar, Basuki Tjahja Purnama menyebut angka 7 milyar lebih di sediakan negara untuk mengongkosi pembahasan RUU itu.

" Biasanya 7 milyar lebih, setiap UU hampir sama biayanya," kata Basuki.

Energi telah dikuras habis. Dana negara pun telah digelontorkan, sementara tenggat selesai kian dekat. Namun perdebatan tak kunjung usai. Pertanyaan lama pun kembali muncul, akankah pemilu 2014, kualitas penyelenggaraannya sama buruknya dengan pemilu 2009? Kembali amburadul karena molornya UU Pemilu? Silahkan tanya ke Senayan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun