Di Peru ia bekerja di koloni penderita kusta, ilmu yang ia kuasai dari fakultas kedokteran tempat ia pernah kuliah. Ia bekerja beberapa minggu di Leprasorium San Pablo, Peru. Guevara juga bertemu Salvador Allende. Di Venezuela bernasib apes. Ia ditangkap tetapi dilepaskan kembali.
Guevara pun sempat mengunjungi Miami, kota tempat bermukimnya imigran asal Kuba. Guevara mengisahkan perjalanannya yang dramatis dan romantis tersebut dalam buku harian yang kelak dibukukan dengan judul Buku Harian Sepeda Motor (The Motorcycle Diaries).
Saat revolusi nasional pecah di Argentina, Guevara hijrah ke La Paz, Bolivia. Namun ia dicurigai sebagai oportunis oleh kalangan revolusioner Bolivia karena ketidakjelasan prinsip politiknya. Guevara memutuskan hengkang dari Bolivia dan melanjutkan perjalanan ke Guatemala yang ketika itu dipimpin Jacobs Arbens. Sedikit demi sedikit, Guevara membangun keyakinannya berdasarkan Marxisme dan sosialisme.
Meskipun begitu Guevara ogah bergabung dalam Partai Komunis. Di Guatemala, Guevara tinggal bersama Hilda Gadea, aktivis penganut paham Marxis keturunan Indian. Lewat Hilda, Guevara diperkenalkan kepada Nico Lopez, salah satu letnan dari kelompok Fidel Castro (kelak menjadi pemimpin Kuba), revolusioner Kuba yang tinggal di pengasingan.
Sedikit banyak Guevara berpartisipasi dalam memajukan revolusi Guatemala. Memang situasi politik di Guatemala saat itu sedang naik turun. Aksi nasionalisasi perusahaan United Fruit Company (UFC) yang dilakukan pemerintah Arbens menyebabkan reaksi balik dari perusahaan Amerika Serikat tersebut. UFC merekrut serdadu bayaran yang dilatih CIA, pimpinan Kolonel Carlos Castillo Armas.
Pasukan ini menyerbu jantung ibu kota Guatemala. Pecahlah konflik antara pasukan pemerintah Jacobs Arbens dengan tentara sewaan UFC. Di situlah paradigma Guevara tentang AS terbentuk. Ia menganggap agen CIA sebagai agen kontrarevolusi dan ia semakin yakin, bahwa revolusi hanya dapat dilakukan dengan jaminan persenjataan. Hijrah ke Mexico Akhirnya pada 27 Juni Presiden Jacobs Arbenz meletakkan jabatan. Dengan kata lain “kudeta” tentara bayaran pimpinan Armas yang dibekingi CIA berhasil memaksanya turun dari tampuk kepemimpinan.
Pada Agustus di tahun yang sama tentara bayaran itu memasuki Guatemala City dan membantai pendukung rezim Arbenz. Melihat situasi yang semakin buruk dan membahayakan posisinya, Guevara meminta perlindungan politik ke Kedutaan Besar Argentina, lantaran ia sendiri masih tercatat sebagai warga negara Argentina.
Setahun selepas Presiden Arbenz turun jabatan, Guevara pindah ke Mexico City. Di sini ia meretas jalan sebagai pejuang revolusioner, dan bertemu kembali dengan Nico Lopez, yang kebetulan tengah berada di Negeri Sombrero tersebut. Lopez mempertemukan Guevara dengan Raul Castro, adik kandung Fidel Castro. Pertemuan ini menjadi titik balik kehidupan Guevara sebagai gerilyawan revolusioner.
Nun jauh di sana, beberapa ribu kilometer dari Guatemala, Fidel Castro beserta para pejuang Moncada yang masih hidup dibebaskan dari bui oleh pemerintah Kuba pada pertengahan Juni 1955, lantaran tekanan publik yang gencar. Tiga pekan kemudian, Castro tiba di Meksiko dengan tujuan mengorganisir ekspedisi bersenjata ke Kuba.
Castro merasa situasi Kuba tidak memungkinkan untuk membangun basis perlawanan, apalagi rezim Batista yang saat itu berkuasa di Kuba masih terlalu kuat. Sekitar Juli-Agustus Guevara bertemu Castro. Guevara pun turut bergabung dengan pengikut Castro di rumah-rumah petani tempat para pejuang revolusi Kuba ini dilatih perang gerilya secara profesional dan spartan oleh Alberto Bayo, serdadu berpangkat kapten dari Spanyol.
Guevara selanjutnya terlibat dalam latihan perang gerilya, sehingga pejuang Kuba menggelarinya “Che” sebutan salam khas Argentina. Pertemuannya dengan Fidel Castro dan juga para emigran politik lainnya, membuat Guevara sadar bahwa Fidel-lah pemimpin yang ia cari.