Mohon tunggu...
Muhammad Adib Mawardi
Muhammad Adib Mawardi Mohon Tunggu... Lainnya - Sinau Urip. Nguripi Sinau.

Profesiku adalah apa yang dapat kukerjakan saat ini. 😊

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Pembelian Sepeda Terbaik Sepanjang 2023

26 Desember 2023   09:31 Diperbarui: 28 Desember 2023   09:55 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penampakan nomor seri pada rangka sepeda balap jadul (dokpri)

Awal kali pandemi tahun 2020 tren bersepeda kembali menggeliat. Banyak diantara toko sepeda yang mengalami banjir pembelian hingga mengalami stock out alias kehabisan barang. 

Bengkel-bengkel sepeda pun ikut ketiban rezeki seiring melimpahnya pesanan servis sepeda. Tidak terbayangkan betapa sibuknya bisnis ini di waktu itu di tengah usaha-usaha lain yang mengalami kelesuan.

Kondisi yang timpang antara penawaran (supply) dan permintaan (demand) sepeda ini tidak mengherankan jika kemudian menyebabkan harga-harga sepeda berikut suku cadang dan aksesorisnya ikut melejit.

Akan tetapi, di tengah tren bersepeda pada waktu itu tidak ada bayangan sedikit pun pada diri saya untuk ikut-ikutan membeli sepeda. Sebab saat itu sudah ada sebuah sepeda di rumah. Sepeda inilah yang dulu juga sangat berjasa menemani isteri dan kakak ipar saya sewaktu kuliah.

Sepeda city bike yang dibeli sekitar tahun 2008 ini ternyata kondisinya masih sangat mumpuni ketika saya pakai untuk pergi ke warung maupun keliling kampung. Itulah alasannya tidak ada keinginan sedikit pun dalam benak saya untuk membeli sepeda waktu itu.

Sekitar tiga tahun berselang geliat bersepeda saya semakin meningkat. Selain bersepeda seorang diri beberapa kali saya juga bersepeda dengan mengajak dua anak saya. Timbul juga keinginan untuk mengajak isteri untuk bersepeda, namun karena waktu itu hanya tersedia hanya 3 buah sepeda, urung sudah keinginan ini.

Gayung pun bersambut. Pada suatu ketika saya melihat sepeda milik adik ipar yang sudah lama tak terpakai. Kondisinya masih cukup layak. Akan tetapi karena rantai yang sudah berkarat dan terputus maka sepeda itu pun harus terparkir terbalik di belakang rumah. Parkir sepeda secara terbalik atau kondisi ban di atas konon bisa membantu menjaga keawetan ban sepeda yang lama tidak terpakai dan tidak dipompa.

Saya minta izin pada adik ipar untuk membersihkan dan menyambung rantai tersebut di salah satu bengkel sepeda. Dengan biaya servis Rp5.000 saja sepeda itu pun sudah siap digowes seperti semula.

Di bengkel ini saya mendapati sang pemilik yang menawarkan sepeda gunung merek Aviator-nya seharga Rp450.000. Murah sekali penawarannya. Ada rasa penasaran dalam diri saya untuk mencoba sepeda MTB (mountain bike) yang sangat terjangkau harganya ini.

Setelah memohon izin kepada pemiliknya, saya mencoba mengendarainya untuk berkeliling. Rasanya masih cukup nyaman untuk dikendarai. Saya menggumam, hanya dengan anggaran sekitar seratus ribuan saja sepeda ini akan lengkap dengan handgrip, standard, kabel rem, dan ia pun sudah siap untuk diajak jalan-jalan. Maka keesokan harinya saya pun memutuskan untuk membeli sepeda ini sesuai dengan harga yang ditawarkan.

Sepeda inilah yang kemudian mengantarkan saya untuk pergi bekerja (bike to work), mengingat jarak dari rumah ke tempat kerja yang tidak terlalu jauh, yakni sekitar 13 km. Saya biasa bersepeda ke tempat kerja ketika waktu untuk bersepeda masih memungkinkan dan cuaca sedang tidak hujan.

Bermula dari membeli sepeda Aviator ini akhirnya saya kembali kepincut untuk membeli sepeda single speed dari salah satu bengkel sepeda yang lain. Sepeda yang siap sewaktu-waktu dimodifikasi menjadi fixie ini ditawarkan oleh pemiliknya dengan harga yang kelewat murah, yakni Rp150.000.

Mendapati tawaran itu saya berangan-angan, dengan anggaran itu sebenarnya saya sudah sangat pantas jika hanya memperoleh rangka (frame) sepeda yang kondisinya penuh karat. Akan tetapi yang tengah beliau tawarkan ini adalah sepeda utuh (full bike) yang dengan sedikit "sentuhan" saja kenikmatan gowesannya akan semakin paripurna.

Kiranya tidak salah jika saya menyimpulkan bahwa si pemilik bengkel itu sebenarnya adalah orang yang ingin memberikan sepedanya dengan berpura-pura menjualnya pada saya. Semoga keberkahan senantiasa menaungi pemilik bengkel itu beserta keluarganya.

Alasan lain yang mendorong saya untuk memboyong sepeda berkecepatan tunggal ini adalah karena kepraktisan dan kemudahan pemeliharaannya. Sepeda itu tidak perlu menyetting FD (front derailleur), RD (rear derailleur), maupun sprocket, sehingga sangat wajar jika biaya perawatannya menjadi sangat murah (low maintenance).

Sepeda ketiga yang saya beli tahun ini adalah sepeda balap (roadbike). Mohon jangan dibayangkan bahwa yang saya beli adalah sepeda merek Specialized, Pinarello, Campagnolo, Bianchi, Polygon atau merek-merek kondang lainnya yang saat ini menawarkan produk dengan berbahan serat karbon.

Sebab waktu itu yang saya beli adalah sepeda balap jadul (vintage road bike) yang unbrand atau tidak teridentifikasi mereknya. Merek sepeda sudah hilang karena dilabur dengan cat baru oleh pemilik sebelumnya. Meski demikian pada bagian bawah bottom bracket sepeda ini masih tertera identitas tulisan nomor seri rangkanya.

Penampakan nomor seri pada rangka sepeda balap jadul (dokpri)
Penampakan nomor seri pada rangka sepeda balap jadul (dokpri)

Sebelum saya memutuskan untuk membeli sepeda balap jadul ini tentu saya sempatkan diri untuk mencobanya. Diantara dua sepeda balap jadul milik si penjual saya kira inilah yang lebih baik, maka saya pun menebusnya dari pemilik bengkel ini hanya dengan harga Rp750.000.

Sepeda balap jadul yang penulis beli dari bengkel Pak Cipto yang berlokasi di Blitar (dokpri)
Sepeda balap jadul yang penulis beli dari bengkel Pak Cipto yang berlokasi di Blitar (dokpri)

Pak Cipto, si pemilik bengkel sepeda itu menceritakan pada saya bahwa ia baru saja mendapatkan sepeda balap jadul ini sekitar seminggu yang lalu. Pemiliknya terpaksa menjual sepeda kesayangannya ini lantaran ia sedang butuh biaya untuk memperbaiki sepeda motornya.

Sepeda yang sangat ekonomis ini ternyata masih siap untuk diajak gowes bareng sepeda roadbike modern lainnya ketika kami sedang gowes santai.

Bagaimana sepeda "murahan" ini bisa mengimbangi laju sepeda yang spesifikasi dan harganya jauh di atasnya?

Cara yang saya lakukan adalah dengan membuntut sejajar lurus dengan pesepeda di depan. Trik ini sangat efektif untuk membentengi diri dari terpaan angin yang datang dari muka, sehingga saya bisa lebih menghemat tenaga (power saving).

Dengan tabungan tenaga yang cukup melimpah karena sering berada di barisan paling belakang, maka sewaktu-waktu saya pun akan siap jika harus menggantikan pesepeda di depan yang sudah mulai kehabisan tenaga (bonking).

Sistem mengisi barisan secara bergantian ini hampir mirip dengan yang dilakukan oleh kawanan burung ketika mereka terbang dalam jarak jauh. Metode ini pula yang biasa dilakukan oleh para pesepeda beregu yang menempuh perjalanan jauh.

Dari ketiga pembelian sepeda yang saya lakukan pada tahun 2023 ini saya mendapatkan barang dengan harga sangat terjangkau untuk kategori produk yang layak dan siap untuk dipakai.

Mengapa bisa demikian? Sebab tren bersepeda sudah kembali menurun pada akhir-akhir ini dan hanya menyisakan beberapa pegiatnya. Selain itu, produk bekas tentu harganya pasti jauh lebih murah dari harga barunya.

Tidak terbayangkan jika saya membeli sepeda pada saat sedang ngetren-ngetrennya dulu, pasti saya akan mendapatkannya dengan harga teramat mahal.

Namun, di tengah menurunnya tren bersepeda akan selalu ada produsen sepeda yang menawarkan produk  dengan harga tinggi, nilainya bahkan mungkin setara dengan harga mobil baru.

Mengapa demikian? Sebab calon konsumennya juga ada. Bukankah produsen selalu hadir untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen.

Bagi Anda yang masih berkeinginan untuk mendapatkan produk berkualitas baik namun dengan harga lebih terjangkau tidak perlu risau. Tinggal bersabar menunggu waktu saja sampai barang yang anda idam-idamkan itu turun nilainya seiring munculnya penawaran produk-produk baru.

Saat itu kita akan sangat bersyukur karena mendapatkan produk bekas namun tetap berkualitas dengan harga yang relatif terjangkau. Modal yang kita butuhkan ada tiga, yakni sabar menanti, sabar mengamati, dan sabar menabung.

Dari sini kiranya saya dapat menyimpulkan bahwa terkadang terlambat bukanlah berarti kita sedang kalah. Sebab bisa jadi dengan sabar dan menunda beberapa saat justru ia akan membawa keberkahan di kemudian hari. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun