Sepeda inilah yang kemudian mengantarkan saya untuk pergi bekerja (bike to work), mengingat jarak dari rumah ke tempat kerja yang tidak terlalu jauh, yakni sekitar 13 km. Saya biasa bersepeda ke tempat kerja ketika waktu untuk bersepeda masih memungkinkan dan cuaca sedang tidak hujan.
Bermula dari membeli sepeda Aviator ini akhirnya saya kembali kepincut untuk membeli sepeda single speed dari salah satu bengkel sepeda yang lain. Sepeda yang siap sewaktu-waktu dimodifikasi menjadi fixie ini ditawarkan oleh pemiliknya dengan harga yang kelewat murah, yakni Rp150.000.
Mendapati tawaran itu saya berangan-angan, dengan anggaran itu sebenarnya saya sudah sangat pantas jika hanya memperoleh rangka (frame) sepeda yang kondisinya penuh karat. Akan tetapi yang tengah beliau tawarkan ini adalah sepeda utuh (full bike) yang dengan sedikit "sentuhan" saja kenikmatan gowesannya akan semakin paripurna.
Kiranya tidak salah jika saya menyimpulkan bahwa si pemilik bengkel itu sebenarnya adalah orang yang ingin memberikan sepedanya dengan berpura-pura menjualnya pada saya. Semoga keberkahan senantiasa menaungi pemilik bengkel itu beserta keluarganya.
Alasan lain yang mendorong saya untuk memboyong sepeda berkecepatan tunggal ini adalah karena kepraktisan dan kemudahan pemeliharaannya. Sepeda itu tidak perlu menyetting FD (front derailleur), RD (rear derailleur), maupun sprocket, sehingga sangat wajar jika biaya perawatannya menjadi sangat murah (low maintenance).
Sepeda ketiga yang saya beli tahun ini adalah sepeda balap (roadbike). Mohon jangan dibayangkan bahwa yang saya beli adalah sepeda merek Specialized, Pinarello, Campagnolo, Bianchi, Polygon atau merek-merek kondang lainnya yang saat ini menawarkan produk dengan berbahan serat karbon.
Sebab waktu itu yang saya beli adalah sepeda balap jadul (vintage road bike) yang unbrand atau tidak teridentifikasi mereknya. Merek sepeda sudah hilang karena dilabur dengan cat baru oleh pemilik sebelumnya. Meski demikian pada bagian bawah bottom bracket sepeda ini masih tertera identitas tulisan nomor seri rangkanya.
Sebelum saya memutuskan untuk membeli sepeda balap jadul ini tentu saya sempatkan diri untuk mencobanya. Diantara dua sepeda balap jadul milik si penjual saya kira inilah yang lebih baik, maka saya pun menebusnya dari pemilik bengkel ini hanya dengan harga Rp750.000.
Pak Cipto, si pemilik bengkel sepeda itu menceritakan pada saya bahwa ia baru saja mendapatkan sepeda balap jadul ini sekitar seminggu yang lalu. Pemiliknya terpaksa menjual sepeda kesayangannya ini lantaran ia sedang butuh biaya untuk memperbaiki sepeda motornya.