Bahkan tidak hanya itu, dampak dari pendidikan diharapkan juga akan menyentuh pada lingkungan di sekitar peserta didik setelah mereka mempraktikkan apa saja yang diperoleh dalam bangku pendidikan.
Oleh sebab itu, pemilihan diksi "Pendidikan" dalam peringatan Hari Pendidikan Nasional kiranya sudah sangat tepat. Sebab ia tidak hanya melulu berorientasi pada proses pentransferan materi atau ilmu, melainkan juga menyentuh pada ikhtiar untuk menyempurnakan budi pekerti, akhlaq dan adab dari para peserta didik.
Oleh sebab itu, untuk mewujudkan visi dan misi dari pendidikan yang teramat luhur ini tentu akan menjadi lebih rumit. Sebab sang pendidik tidak hanya berperan pada pemahaman materi belaka, melainkan juga bertanggung jawab terhadap perkembangan akhlaq dari peserta didiknya.
Meski kita mengetahui betapa sulitnya visi maupun misi yang diemban oleh lembaga pendidikan dan para pendidik yang berada di dalamnya, bukan berarti hal ini menjadi mustahil untuk dicapai. Sebab hal ini dapat lekas terwujud jika peserta didik setidaknya mendapat gambaran atau deskribsi yang jelas mengenai tujuan-tujuan pendidikan yang dimaksud.
Dan upaya paling realistis untuk mencapai itu semua adalah melalui keteladanan yang berulangkali dilakukan oleh para pendidik.
Kenapa harus dilakukan secara berulang? Sebab jika hanya dilakukan sekali dua kali mungkin para peserta didik akan kurang memahami maksud aktivitas yang dilakukan oleh sang pendidik. Dan salah-salah mereka pun bisa salah sangka bahwa apa yang dilakukan oleh sang pendidik itu merupakan pencitraan belaka.
Beda hal jika hal tersebut memang dilakukan secara rutin oleh sang pendidik. Para peserta didik berpeluang akan semakin paham dengan aktivitas yang telah dilakukan karena berulangkali mendapatkan materi dan keteladanan dari kegiatan yang sifatnya implementatif ini secara berulang-ulang, sehingga mereka pun akan tertarik untuk mempraktikkannya.
Dan mereka pun sedikit banyak akan terhindar dari rasa curiga atas muatan pencitraan yang dibawa oleh sang pendidik. Hal tersebut dapat timbul sebab sifat dan aktivitas tersebut benar-benar sudah 'nyawiji' alias melakat dengan keseharian sang pendidik.
Jika untuk memberikan keteladanan ini dirasa terlampau berat bagi sang pendidik, barangkali dapat dimulai dari hal-hal yang sederhana namun hal ini rutin dilakukan. Misalnya saja, latihan untuk peduli lingkungan dengan cara tidak membiarkan sampah berserakan di lingkungan sekolah. Sang pendidik tidak segan-segan memungut sampah dan meletakkannya di tempat sampah sewaktu ia mendapati sampah yang berada di lingkungan kelas.
Sang pendidik melatih kepekaan peserta didik atas keadaan orang lain dengan membiasakan salam kepada siapa saja dan memberikan sapaan hangat kepada mereka. Hal-hal kecil semacam ini dapat dikembangkan untuk jenis aktivitas lainnya.
Hal-hal kecil semacam inilah yang nanti dengan sendirinya akan menjadi semacam bola salju yang terus menggelinding, sehingga ia akan melahirkan kebaikan-kebaikan lain yang lebih besar kualitasnya.