Rasa syukur patutlah kita haturkan kepada Allah SWT sebab telah memberikan kita kesempatan untuk menunaikan rangkaian ibadah pada bulan suci Ramadhan selama sebulan lamanya. Dan pada kesempatan ini kita telah mengakhirinya dengan dipertemukan kembali dengan Hari Raya Idul Fitri.
Meski pada perayaan Hari Raya Idul Fitri tahun ini sebagaimana yang sering terjadi pada beberapa waktu sebelumnya, yakni kita melaksanakannya dalam waktu berbeda dengan sebagian saudara kita sebab perbedaan cara dalam menentukannya, namun kita tetap mensyukurinya. Sebab bagaimanapun juga perbedaan keadaan ini merupakan bagian dari rahmat Allah SWT kepada kita semua.
Sebagaimana Allah yang telah memberikan perbedaan antara laki-laki dan perempuan, menciptakan masyarakat yang berbeda bangsa maupun suku-sukunya, semuanya itu merupakan bagian dari rahmat Allah agar mereka dapat saling mengenal satu sama lain. Dalam QS Al-Hujurat ayat 13 telah dijelaskan:
"Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan berkabilah-kabilah, agar kalian dapat saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia diantara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa diantara kalian. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengabarkan."
Dengan adanya perbedaan golongan laki-laki dan perempuan dari ragam suku bangsa tersebut, ternyata Allah menciptakannya supaya kita dapat saling melengkapi satu sama lain.
Keadaan ini dapat terjadi manakala kita dapat memahami hikmah dari adanya perbedaan-perbedaan tersebut.
Diantara hikmah tersebut adalah manakala kita memahami bahwa perbedaan yang dapat menjadi rahmat tersebut merupakan perbedaan yang bukan kita jadikan ajang untuk mengunggulkan satu pihak atas pihak lain, melainkan perbedaan yang kita posisikan sebagai tonggak toleransi kita atas ragam keadaan, latar belakang dan cara pandang yang dimiliki oleh pihak lain.
Dengan demikian kita menghargai segala perbedaan tersebut sebagai ajang untuk saling mengenal dan memahami satu sama lain, serta sebagai kesempatan untuk saling melengkapi, sebagaimana kebijaksanaan yang telah diajarkan dalam agama Islam.
Kawan, pada Bulan Ramadhan yang lalu kita telah diperintahkan untuk berpuasa selama sebulan lamanya. Puasa yang kita kerjakan pada bulan ini ternyata tidak hanya berarti menahan diri untuk tidak makan dan tidak minum saja sejak terbitnya fajar hingga tenggelamnya matahari.
Puasa yang telah kita kerjakan ini hakikatnya juga merupakan bentuk penahanan diri kita atas semua hal yang dapat mengurangi bahkan membatalkan nilai dari ibadah puasa kita.
Misalnya saja, pada bulan suci ini kita diperintah untuk berpuasa untuk tidak menggunjing atau mengghibah keburukan orang lain, kita diperintahkan untuk berpuasa agar tidak menzalimi saudara kita, kita diperintahkan untuk berpuasa untuk tidak menuruti hawa nafsu kita, dan kita diperintah untuk menahan diri dari ragam hal yang dapat mengurangi atau bahkan menggugurkan keutamaan puasa kita.
Ragam penahanan diri ini merupakan bentuk latihan batin (riyadhah bathiniyah) kita agar dapat semakin mengantar kita pada derajat ketaqwaan, sebagaimana Allah bermaksud memerintahkan puasa tersebut kepada seluruh hamba-Nya.
Adapun buah dari berhasilnya riyadhah puasa ini adalah semakin membaiknya kualitas perilaku pengamalnya pasca berakhirnya bulan suci ramadhan sebab telah berkembangnya benih ketakwaan dari pengamalan ibadah puasa tersebut.
Selanjutnya, perilaku yang semakin meningkat kualitas kebaikannya tersebut ibarat tanaman yang akan senantiasa kita rawat dan kita jaga tidak hanya pada bulan Ramadhan saja, melainkan juga pada waktu-waktu setelahnya.
Dengan demikian kita tidak mungkin akan membiarkan tanaman kebaikan itu layu atau hilang tak berbekas begitu saja seusainya bulan yang penuh rahmat dan ampunan tersebut berlalu meninggalkan kita.
Diantara cara untuk menjaga tanaman kebaikan tersebut adalah dengan menjadikan momentum Idul Fitri ini merupakan kesempatan bagi kita untuk mengevaluasi segala pencapaian kita pada Ramadhan yang lalu, akankah amal kebaikan yang sudah kita tradisikan pada bulan ini masih akan terjaga pada bulan-bulan berikutnya.
Agar amalan ibadah ini dapat terus terpelihara dan bahkan dapat semakin berkembang keadannya, maka kita pun harus senantiasa mengevaluasi, memperhatikan serta mempertahankannya dengan sungguh-sungguh, yakni dengan cara terus mengamalkannya sekali pun bulan yang mulia tersebut telah usai.
Semoga dengan berakhirnya bulan suci ramadhan dan hadirnya Hari Raya Idul Fitri ini juga akan diiringi dengan diampuninya dosa-dosa kita oleh Allah SWT.
Selain itu, dengan memanfaatkan tradisi saling bersilaturrahim dan saling memaafkan pada momen yang sangat berharga ini semoga ragam kesalahan terhadap sesama kita juga akan terhapuskan, karena kehalalan sikap kita untuk saling memaafkan satu sama lain.
Dan mudah-mudahan dengan adanya ragam ikhtiar ini Allah berkenan memasukkan kita dalam kelompok hamba-Nya yang muttaqiin dan muhsiniin, yakni golongan hamba yang senantiasa dicintai oleh Allah sebab diliputi dengan ragam kebaikan dalam setiap perilakunya. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H