Mohon tunggu...
Muhammad Adib Mawardi
Muhammad Adib Mawardi Mohon Tunggu... Lainnya - Sinau Urip. Nguripi Sinau.

Profesiku adalah apa yang dapat kukerjakan saat ini. 😊

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Panduan "Safe Flexing" Agar Hati Tetap Bening

14 Maret 2023   09:50 Diperbarui: 14 Maret 2023   13:41 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi oleh Allange dari Pixabay

Kita tentu tidak ingin sudah capek-capek pamer sana pamer sana sini, ternyata bukan apresiasi yang didapat, melainkan hujan hujatan. Hal ini wajar, sebab belum tentu apa yang kita anggap baik dan layak untuk dipamerkan itu juga baik adanya menurut pandangan orang lain. Maka dari itu, untuk menghindari rasa kecewa akibat mispersepsi ini, setidaknya kita bisa menggunakan beberapa cara pamer yang aman (safe flexing) berikut. Besar kemungkinan setelah mencoba beberapa panduan safe flexing berikut netizen atau siapa saja akan lekas menghargai usaha Anda.

Pertama, Membayar Pajak

Membayar Pajak merupakan kewajiban bagi setiap warga negara yang memiliki harta. Oleh sebab itu, bagi siapa saja yang merasa memiliki harta apalagi yang jumlahnya berlebih, wajib bagi mereka untuk membayar pajak ini. Mulai dari pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, pajak bumi dan bangunan, pajak reklame, cukai dan lain sebagainya.

Anda yang terlanjur pamer kekayaan, namun mengaku tak sanggup membayar pajak, ibarat mencederai eksistensi Anda sendiri sebagai orang kaya. Secara tidak langsung Anda seperti halnya hendak berkata kepada khalayak, apalah daya diri ini cuma bisa membeli barang mewah tapi tak sanggup membayar pajaknya. Selain itu, pengabaian terhadap pajak ini juga kian menegaskan diri Anda sebagai orang yang ugal-ugalan sebab tidak patuh terhadap peraturan negara.

Dengan mengacu kedua pertimbangan ini, maka saya sarankan untuk menunda dulu keinganan untuk flexing sebelum ada iktikad dan kesanggupan diri untuk membayar pajak atas harta yang akan Anda pamerkan.

Dan sebaliknya, jika Anda sudah menjadi warga negara yang baik dengan membayar pajak atas pundi-pundi harta Anda, silakan saja jika Anda mau flexing beserta kontribusi Anda terhadap negara melalui pajak yang sudah Anda bayar.

Jika sudah demikian adanya, apakah ini berarti secara otomotis Anda akan langsung mendapat apresiasi dari masyarakat maupun netizen atas kehebatan Anda ini? Belum tentu Ferguso. Sebab netizen yang maha kepo tentu masih akan menjulidi, dari mana harta itu Anda dapat dan bagaimana Anda menggunakannya untuk perbaikan nasib orang-orang sekitar Anda. Oleh sebab itu, agar Anda terhindar dari rasa kecewa, ada baiknya Anda mempertimbangkan hal kedua berikut.

Kedua, Membayar Zakat

Hampir sama dengan poin yang pertama, hanya saja ini dari sudut pandang agama. Bagi mereka yang memiliki harta berlebih (mencapai nishab atau lebih) dan sudah mencapai masa setahun (haul), maka wajib bagi mereka untuk mengeluarkan zakat atas harta benda tersebut, atau yang biasa kita kenal dengan zakat maal.

Besaran dari zakat maal ini adalah 2.5 persen dari nilai harta. Semisal saya memiliki harta senilai Rp 1 miliyar, maka zakat maal yang harus saya keluarkan adalah sekitar Rp 25 juta (saja).

Zakat maal ini penting peranannya untuk mensucikan harta kita. Sebab dalam harta kita, khususnya yang nilainya berlebih, sebenarnya terdapat hak harta bagi orang lain. Jadi, dengan membayar zakat maal ini, kita ibarat sudah menyisihkan harta kita dari bagian yang bukan menjadi hak milik kita. Dengan demikian, maka hati kita pun akan menjadi lebih tenang sebab semakin terhindar dari sifat tamak (serakah).

Dengan demikian, pembayaran zakat maal ini pun menjadi hal sangat patut untuk dipertimbangkan sebelum Anda melakukan flexing. Ketika Anda sudah menghitung harta yang tak karuan jumlahnya dan menyerahkan zakatnya kepada para mustahiq (orang yang berhak menerima zakat), silakan saja jika Anda hendak melakukan flexing. Namun, jika Anda tak kunjung jua mendapat apresiasi dari orang lain, sebaiknya Anda tetap bersikap tenang dan biasa saja.

Sebab sebagaimana rukun Islam lain, membayar zakat juga merupakan sebuah kewajiban yang harus ditunaikan manakala telah diamanahi oleh Tuhan dengan harta yang berlebih. Jadi, apa hebatnya melakukan hal yang sudah sepantasnya itu dikerjakan.

Ibaratnya kita melaksanakan shalat fardhu lima waktu. Apakah kita harus menunggu sanjungan dari pihak lain untuk kemudian mengerjakannya. Jika ragam sanjungan itu masih kita damba, maka saya ucapkan selamat datang kembali pada dunia kanak-kanak.

Jika Anda sudah membayar pajak dan zakat namun ternyata tak urung jua mendapat penghargaan, barangkali Anda masih perlu mengamalkan hal ketiga berikut.

Ketiga, Mensedekahkan Harta

Jika Anda merasa harta ini terlalu banyak sehingga layak untuk dipamerkan, tidak ada salahnya Anda melakukan poin yang ketiga ini. Sebab jika hanya sekadar pamer harta saja, kita tidak perlu menunggu menjadi kaya dengan usaha kita sendiri. Ketika masih kanak-kanak pun kita bisa mempraktikkannya, terutama jika kita adalah keturunan dari sultan.

Akan tetapi, ada baiknya Anda merenungi petuah dari pepatah berikut;

Lelaki sejati bukanlah ia yang hanya sanggup berkata 'inilah bapakku', melainkan ia yang berani menyatakan, 'inilah adanya diriku.'

Untuk bisa membanggakan diri dengan prestasi dan kehebatan Anda, sebaiknya mulailah dari jerih payah Anda sendiri dan bukan dari privilese. Ini bukan berarti kita menafikan kehebatan dan keunggulan dari orang tua kita, akan tetapi lebih pada kewaspadaan diri kita. Sebab kita tidak tahu benar bagaimana rekam jejak prestasi yang ditorehkan orang tua kita.

Lantas, seberapa banyakkah ukuran sedekah ini? Semilyar, dua milyar, setrilyun, dua triliyun atau seberapa? Ukuran banyaknya sedekah ini tidak lagi mengacu nilai 2.5 persen, sebagaimana ketentuan yang berlaku pada kewajiban zakat maal.

Tapi, jika Anda merasa sudah terlalu kaya dan menganggap tak mungkin akan jatuh miskin gegara mensedekahkan harta, Anda cukup berhenti pada nilai sepertiga dari seluruh harta Anda. Katakanlah jika Anda punya harta tiga triliyun, maka cukup setriliyun saja yang disedekahkan.

Akan tetapi, panduan yang ketiga ini hanya berlaku bagi Anda memang benar-benar yakin tidak akan menjadi miskin karena mendermakan harta atau Anda bercita-cita ingin memiskinkan diri dengan banyak-banyak bersedekah, sebagaimana dulu yang pernah dilakukan oleh salah seorang sahabat nabi yang bernama Abdurrahman ibn Auf.

Seorang sahabat nabi yang paling taipan dan dijamin masuk surga oleh nabi ini sepanjang hidupnya selalu bercita-cita dan berjuang untuk memiskinkan dirinya dengan banyak-banyak bersedekah. Akan tetapi, sayangnya hal itu urung terjadi, sebab Tuhan menentukan hal yang sebaliknya untuk beliau. Akibatnya, harta beliau pun masih tetap berlimpah hingga beliau wafat.

Jika kita melihat apa yang sudah dilakukan oleh sahabat Abdurrahman ibn Auf ini, secara tidak langsung kita juga dapat menemukan paktik flexing di dalamnya. Sebab beliau mensedekahkan harta baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi.

Dan sebagaimana tradisi biasa terjadi, tanpa diminta untuk mengumumkan sekali pun, siapa saja yang pernah diberikan sedekah pasti mereka akan menceritakan pada pihak lain sebagai tanda bahagia dan terima kasih untuk pihak yang pernah memberinya.

Namun, rupanya tujuan beliau dalam mensedekahkan harta tersebut tidak lain adalah supaya hisab yang berlaku untuk beliau menjadi semakin ringan ketika di akhirat kelak. Sebab setiap harta yang beliau peroleh beserta penggunaannya akan dimintai pertanggungjawabannya dengan sangat rinci di hadapan mahkamah yang paling adil nanti. Semakin besar harta ini berarti akan semakin besar pula tanggungjawabnya.

Oh ya, sebelum mempraktikkan ketiga hal di atas, sebaiknya kita mengecek kembali bagaimana keadaan dari harta kita, apakah sudah halal benar dalam memperolehnya. Sebab percuma saja, manakala kita mendermakan harta jika asal usul harta tersebut ternyata diperoleh dengan cara yang batil dan haram.

Setelah mempertimbangkan beberapa hal di atas, apakah Anda sudah siap melakukan ketiga panduan tersebut sebelum flexing kekayaan? Jika belum mampu untuk melakukan itu semua, sebaiknya urungkan saja niat untuk ber-flexing ria itu, kecuali Anda memang sudah siap dengan segala konsekuensi cibiran karena dianggap sebagai pribadi yang anti-sosial. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun