Sebab, kontribusi kemanfaatan tersebut dapat dicapai manakala seseorang telah memiliki akhlaq yang telah bersesuaian dengan ajaran agama yang mereka anut dan mereka mampu untuk mengelaborasikannya dengan dinamika keadaan lingkungan yang ada, di mana dalam hal ini mereka akan berperan sebagai pemberi warna keindahan bagi kanvas kehidupan manusia yang lain.
Untuk menjalani itu semua tentu tak semudah membayangkan atau menuliskannya dalam narasi kata-kata. Sebab untuk mencapainya dibutuhkan kepekaan, akurasi jarak pandang, keluasan berpikir, kemampuan untuk memberikan tanggapan serta tindakan yang tepat atas pelbagai keadaan yang ada.
Akan tetapi, sulit dalam hal ini bukan berarti mustahil untuk diwujudkan. Sebab untuk mencapai itu semua, siapa pun dapat berpedoman pada ajaran agama yang dianut serta menelaah kisah-kisah teladan dari siapa saja yang sudah berhasil melaluinya di masa lampau.
Misalnya saja, sebagai seorang muslim, kita dapat menelaah bermacam cara untuk menjadi manusia yang shalih ini melalui keterangan yang ada di dalam Al-Qur'an.Â
Sebab di dalamnya termaktub banyak sekali kabar yang menceritakan tentang kisah-kisah para nabi maupun orang-orang shalih yang mampu mendapatkan kebahagiaan sejati karena mereka memperoleh ridha dari Tuhan.
Keridhaan tersebut dapat mereka raih sebab mereka telah melaksanakan tugas mereka dengan sebaik-baiknya sebagai seorang hamba sesuai dengan apa yang telah diperintahkan oleh Tuhan mereka.
Pun sebaliknya, tidak sedikit juga kisah di dalamnya yang menerangkan tentang keadaan para manusia yang jumawa atas kehebatan, pengalaman, kekuasaan, kekayaan serta pengaruh yang telah mereka sandang sehingga hal tersebut justru menjadikan mereka terjerembap dalam jurang kehinaan dan penderitaan di akhir kehidupan.
Dengan mentadabburi perbandingan kisah-kisah yang demikian sekiranya kita dapat menjadikannya sebagai barometer untuk dapat menentukan jalan kebahagiaan untuk diri kita sendiri berdasar pertimbangan keridhaan kita atas segala ketetapan Tuhan, sehingga kelak kita pun akan berpeluang dapat kembali kepada-Nya dalam keadaan yang diridhai oleh-Nya.
Sebagai bagian dari upaya untuk dapat meneladani kebaikan yang dianugerahkan oleh Allah untuk para kekasih-Nya ini, Allah pun telah memerintahkan kita untuk berpuasa sebagaimana puasa yang ternyata juga pernah diperintahkan untuk para hamba-Nya yang beriman di masa lalu.
Adapun di antara tujuan dari perintah melaksanakan puasa tersebut adalah agar kita memperoleh ketaqwaan sebagaimana ketaqwaan yang juga dimiliki oleh para hamba yang dikasihi-Nya.
Buah yang diharapkan akan muncul dari adanya ketaqwaan tersebut antara lain adalah kita dapat merestorasi kembali diri kita sebagai seorang hamba yang fitri atau suci, di mana kondisi ruhani kita pada sebelumnya mungkin saja sudah banyak mengalami pelapukan dan keausan seiring bergantinya zaman.