Selama kurun waktu tahun 2000 hingga 2015, ekspansi perbankan lintas batas antarnegara (cross-border banking) yang belum pernah terjadi sebelumnya di pasar perbankan Afrika telah menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi pangsa pasar di negara tersebut.
Pasalnya, dimungkinkan dampak dari ekspansi CBB tersebut akan berpotensi merenggut sejumlah nasabah yang sebelumnya telah menggunakan jasa dari perbankan komersial di kawasan itu.
Selanjutnya, untuk mengungkap ada atau tidaknya kecenderungan mengenai hal ini, maka sekelompok peneliti yang terdiri dari Luc Matabaro, Dominique Niyondiko dan Aline Muller (2021) berusaha untuk menyelidiki sejauh mana dampak dari ekspansi CBB tersebut telah mempengaruhi persaingan dan efisiensi biaya di pasar perbankan Afrika, yakni dengan menggunakan sampel yang terdiri dari 429 bank komersial yang aktif dari tahun 2000 hingga 2015.
Dan berdasarkan hasil dari penelitian mereka tersebut dapat ditunjukkan bahwa kegiatan ekspansi CBB di negara itu terbukti telah meningkatkan laju persaingan, khususnya dalam hal ini yang didorong oleh CBB Afrika.
Pada skala regional, efek dari adanya ekspansi CBB ini lebih besar pengaruhnya terhadap perbankan di Afrika Sub-Sahara (SSA). Hal tersebut dikarenakan oleh adanya aktivitas perluasan CBB Afrika tersebut di wilayah SSA.
Dalam penelitian tersebut, sekelompok peneliti tadi juga mendokumentasikan diantara konsekuensi yang telah dipersiapkan oleh manajemen perbankan setempat untuk mengantisipasi dampak persaingan CBB di Afrika tersebut, yakni dengan menerapkan strategi efisiensi pada perusahaan mereka.
Kebijakan efisiensi ini merupakan diantara imbas dari transaksi CBB yang semakin menghendaki adanya transparansi dalam setiap operasional mereka, sehingga mau tidak mau dengan adanya informasi yang semakin detail ini akan menjadi sorotan tersendiri bagi para nasabah, khususnya dalam hal ini adalah berkait dengan perbandingan biaya operasional yang mereka terapkan untuk para nasabah.
Dan pada akhirnya, hal ini pun berdampak pada penerapan strategi efisiensi perusahaan perbankan yang semakin ketat, sehingga mereka pun mempraktikkan strategi ini sampai pada tingkat efisiensi maksimum yang dapat mereka lakukan.
Selain itu, dalam penelitian tersebut juga ditunjukkan bahwa kondisi makroekonomi dan variabel kelembagaan perusahaan merupakan dua faktor pendorong terpenting yang menjadi penentu dalam peta persaingan antar bank di negara Afrika.
Dengan demikian, Â dapat disimpulkan bahwa kondisi persaingan antar bank maupun strategi efisiensi yang mereka terapkan juga tidak luput persinggungannya dengan keadaan perekonomian secara makro maupun langkah-langkah kebijakan perusahaan sendiri untuk menyiasati adanya persaingan tersebut.
Dengan mengacu pada hasil penelitian tersebut kiranya dapat menjadi refleksi bagi keadaan perbankan dalam negeri bahwa adanya CBB juga merupakan potensi yang kian memperuncing terjadinya persaingan pada sektor perbankan di dalam negeri.
Kendati demikian, di luar dari keberadaan transaksi antarnegara yang hampir sulit untuk dielakkan seiring terjadinya trend globalisasi ini, maka penyelenggara perbankan juga tetap harus mempertimbangkan faktor-faktor yang berasal dari dalam maupun dari luar perusahaan.
Oleh karena faktor yang berasal dari dalam perusahaan merupakan hal yang paling memungkinkan untuk dapat dikendalikan oleh penyelenggara di sektor ini, maka fokus terhadap faktor internal inilah yang biasanya dijadikan titik mula dalam tata kelola mereka.
Selanjutnya, dengan memperhatikan faktor internal tadi, diantara kebijakan yang dapat mereka bentuk untuk mengantisipasi adanya persaingan yang tak terelakkan itu adalah dengan cara mengefisiensi anggaran biaya yang akan mereka keluarkan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.Â
Dan manakala kita lihat dalam praktiknya, efisiensi biaya pada sektor perbankan ini biasanya ditempuh dengan cara mengurangi jumlah kantor cabang di beberapa wilayah yang dampak selanjutnya adalah adanya pemangkasan sejumlah karyawan yang masih bekerja di sana.
Hal ini dikarenakan fokus yang mereka terapkan dalam melayani nasabah tersebut adalah dengan melalui penyempurnaan pelayanan yang dapat mereka sajikan, yakni dengan memanfaatkan sistem perbankan berbasis digital.
Tentu saja, pada tahap awal penyempurnaan sistem ini tetap saja akan membutuhkan biaya yang sangat besar. Hal ini dikarenakan banyaknya kebutuhan dana yang dibutuhkan untuk pengadaan infrastruktur yang diperlukan demi mendukung sistem perbankan digital yang akan mereka berlakukan.
Akan tetapi, dengan adanya pertimbangan faktor kemudahan transaksi di masa depan, peluang terjadinya efisiensi biaya sekaligus upaya untuk tetap bertahan dengan cara memberikan pelayanan yang terbaik kepada para nasabah, barangkali tingginya biaya di awal tersebut akan terbayar tuntas dengan adanya loyalitas nasabah yang masih menggunakan jasa mereka.
Selain itu, jika mereka masih saja bersikukuh dengan tetap menggunakan sistem lama yang masih ada, barangkali hal inilah yang paling dikhawatirkan oleh pihak manajemen perbankan bahwa mereka akan ditinggalkan oleh para nasabah sebab anggapan tidak sempurnanya sistem yang mereka miliki.
Anggapan yang tidak sempurna atas sistem yang dianggap sudah uzur itu sangat mungkin akan muncul dari pihak nasabah karena sistem yang mereka miliki masih belum mampu menjangkau pangsa pasar maupun transaksi lintas negara yang sebenarnya sangat diperlukan dalam kegiatan bisnis multinasional.
Jika sudah demikian, maka pilihan yang dapat ditempuh adalah terus berbenah atau mereka akan semakin kalah dalam peta persaingan. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H