Dalam percakapan sehari-hari, kita mungkin sudah begitu akrab dengan sebuah ungkapan tentang kenakalan seperti yang tersigi dalam kalimat berikut:
"Di antara anak-anak pak Samsul yang paling nakal itu, ya, saya sendiri."
Kalimat itu jika kita dengar secara sekilas mungkin akan berkesan biasa saja. Namun, jika kita coba cermati lebih dalam ternyata menyimpan sebongkah kesalahan.Â
Kesalahan itu terletak pada kata "paling nakal". Silakan Anda cerna, kata ini mungkin takkan jadi soal jika seluruh anak pak Samsul itu pada kenyataannya memang nakal.Â
Namun, kalimat ini bisa berbuntut masalah jika sebenarnya hanya seorang saja di antara anak pak Samsul itu yang nakal. Dengan mengikutkan seluruh anaknya yang sebenarnya tidak nakal dalam kelompok yang nakal, jelas itu merupakan sebuah kesalahan.Â
Oleh sebab itu, kiranya kalimat pengganti yang lebih tepat atas kalimat tadi adalah:
"Seluruh anak pak Samsul itu baik kecuali saya seorang yang nakal."
Saya kira kalimat kedua ini lebih adil dan tepat untuk mengakui kenakalan diri sendiri tanpa harus menyertakan kenakalan saudara yang lain. Kecuali jika memang anak pak Samsul itu semuanya nakal.
Sebenarnya inilah di antara kerancuan bahasa yang seringkali kita temui dalam percakapan sehari-hari. Apakah kalimat ini bisa memicu persoalan?Â
Bisa jadi. Jika pihak yang diajak berkomunikasi mampu menerima, menyadari dan memahaminya saya kira ini takkan jadi masalah.Â
Namun, bisa juga hal ini akan berujung persoalan jika pihak yang terlibat dalam komunikasi itu terjadi kesalahpahaman dan menuduh pihak lainnya sedang melakukan upaya pencemaran nama baik. Bagaimana? Ngeri-ngeri sedap bukan?Â
Kerancuan berbahasa yang jamak terjadi semacam inilah yang harus senantiasa kita sadari agar tak terjadi rasa sesal di kemudian hari.Â
***
Diolah dari percakapan Cak Nun dan Yon Kuswoyo dalam sebuah diskusi di Rumah Maiyah.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H