Di tengah derita yang dialaminya itu, beliau tak hendak meminta kepada Tuhan untuk lekas disembuhkan dari penyakit, akan tetapi justru semakin memesrai rasa sakit itu sebagai anugerah cinta dari Tuhan yang mengasihinya.
Beliau senantiasa mampu menjalani rasa sakit dengan penuh ketabahan sebab senantiasa menyadari masih adanya kenikmatan lain di balik rasa sakit itu, yakni keimanan dan perhatian dari Tuhan.
Sehingga dengan dilimpahkannya keimanan dari Tuhan itu, beliau dengan mudahnya memahami sekaligus menjalani bahwa ujian sakit yang dideritanya adalah bagian dari rasa kasih-Nya kepada dirinya.
Sungguh beruntung Nabi Ayyub yang memiliki keteguhan keimanan sekaligus pemahaman yang demikian ini dan sungguh bahagialah siapa saja yang dianugerahi oleh Tuhan kadar keimanan dan pemahaman sebagaimana yang dimiliki oleh Nabi Ayyub ini.
Kiranya apa saja yang sudah beliau alami itu sudah cukup menjadi bukti sahih yang kuat bagi kita bahwa keimanan yang melekat pada Nabi Ayyub ini merupakan bentuk anugerah dan ma'unah dari-Nya yang takkan mampu digoncang oleh ujian apapun, sekalipun itu adalah hilangnya kesehatan, kekayaan, kedudukan, maupun jabatan.
Sebab beliau senantiasa meyakini bahwa inti kebahagiaan pada diri seorang hamba bukanlah ditentukan dari hal yang sifatnya materi, melainkan dari keimanan mereka yang dititipkan oleh Tuhan di dalam diri mereka. Sehingga dengan keadaan yang demikian inilah ia akan dapat memancarkan jiwa yang lapang saat menghadapi bermacam bentuk ujian. (*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI