Mohon tunggu...
Muhammad Adib Mawardi
Muhammad Adib Mawardi Mohon Tunggu... Lainnya - Sinau Urip. Nguripi Sinau.

Profesiku adalah apa yang dapat kukerjakan saat ini. 😊

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Belajar dari Bunga Keladi

12 Januari 2021   14:58 Diperbarui: 13 Januari 2021   13:42 3546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tua-tua keladi, makin tua makin jadi.

Mungkin itulah sebuah pepatah yang sangat sering kita dengar berkait dengan bunga yang satu ini. 

Saat saya mengamati secara sekilas mengenai peribahasa ini, awalnya saya menganggap kata keladi tua di sini hanyalah sebatas kiasan tanpa makna. 

Namun, setelah saya memiliki sendiri bunga ini dan sedikit mengamati sosoknya, saya lekas paham ternyata ada kaitan antara sifat bunga ini dengan muatan peribahasa tadi.

Baiklah, saya cerita sedikit saja. Awalnya saya mulai menggandrungi bunga yang bernama latin Caladium ini kira-kira sejak empat tahun yang lalu, atau jauh-jauh hari sebelum pandemi singgah dan menjadi selimut duka bagi seantero negeri. 

Meski pada waktu itu banyak orang menganggapnya sebagai bunga kuno, tidak nge-trend dan bahkan membiarkannya tumbuh liar begitu saja di pematang sawah, saya tidak menganggapnya demikian. 

Bagi saya, bunga ini tetaplah puspa yang mampu memesona hati saya sebagaimana saya menyenangi kembang-kembang yang lain, terutama yang beraroma wangi seperti kenanga, melati, mawar, kaca piring, dan lain sebagainya. 

Baiklah. Kiranya sudah cukup cerita ringkas dari saya tentang perkenalan pertama dengan bunga keladi ini. Sekarang marilah kita kembali ke bahasan pepatah yang mengambil kearifan dari sang bunga keladi. 

Jika kita mengamati pertumbuhan keladi, pada umumnya kita akan mendapati bunga ini sebagai jenis tanaman yang terus tumbuh dan berkembang hingga menghasilkan anakan daun-daun baru. 

Jika kondisi tanah tempat huniannya cukup subur, maka ia bisa saja terus tumbuh dengan daun dan akar yang semakin rimbun sehingga ia pun dapat dipisah sebagai anakan dan disemai pada media lainnya. 

Namun, jika kondisi tanah sedang kurang zat hara, biasanya keladi ini hanya akan tumbuh dengan berganti daun saja diiringi dengan tampilan warna daun yang kurang mencolok tajam.

Jika Anda memiliki keladi yang kondisinya demikian, ini merupakan sebuah pertanda bahwa Anda harus lekas menambah perhatian padanya supaya ia dapat kembali tumbuh dengan baik sehingga mampu memikat siapa saja yang memandang keindahan daunnya. 

Dan dari pengalaman saya saat mencoba membandingkan kondisi keladi yang saya tanam pada media pot kecil dan yang saya tanam langsung di atas permukaan tanah, ternyata hasilnya sungguh jauh berbeda. 

Keladi yang saya tanam pada pot itu hanya segitu saja pertumbuhan ukurannya, sementara yang saya tanam secara liar di tanah, pertumbuhan daunnya bisa lebih "meraksasa".

Dari perbandingan ini, kiranya kita dapat mengambil sebuah pelajaran yang tersirat bahwa makhluk yang hidup secara liar dan lebih bebas mengekspresikan diri cenderung bisa hidup lebih makmur ketimbang mereka yang hidup pada tempat tertentu yang penuh dengan ikatan dan keterbatasan.

Berikutnya, ketika saya memelihara dan mengamati keladi ini, saya menjadi lebih paham bahwa ia ternyata juga merupakan sejenis tanaman yang tahan hidup, sehingga sangat direkomendasikan untuk para penghobi bunga yang masih pemula. 

Dengan perawatannya yang relatif lebih gampang ketimbang bunga lain, menjadikan siapa saja tak perlu khawatir karena harus memberi perhatian khusus pada tanaman ini. Sebab, asal disiram air secukupnya dan menjaga tanah habitatnya supaya tidak sampai kering saja, besar kemungkinan tanaman yang memiliki ragam corak warna ini akan hidup subur dengan sendirinya. 

Untuk soal hama tanaman pun tak perlu risau. Lantaran dari pengalaman saya selama hampir lima tahun merawat bunga ini, tak pernah sekalipun ia diserang oleh para pengganggu itu. Siput, belalang, ulat, cabuk seakan nggak doyan dengan rasanya. Entah kenapa. 

Justru yang kadang jadi masalah adalah diri saya sendiri yang terkadang lupa untuk menyiraminya, khususnya pada saat musim kemarau. Akibatnya, beberapa daunnya pun lekas menjadi layu.

Begitu saya ingat kelalaian saya ini, biasanya segera saya tebus kekhilafan ini dengan menggelontori tanaman ini dengan air hampir di setiap pagi hari, sehingga beberapa hari kemudian ia pun lekas menampakkan dedaunan mudanya lagi. 

Dengan keadaannya yang begitu tahan ini, saya seakan diberi pelajaran olehnya bahwa sepatutnya kita juga menjadi sosok yang kuat bertahan dalam menghadapi pelbagai ujian kehidupan. 

Daun semangat boleh saja layu oleh keadaan dan waktu, akan tetapi kita harus lekas menampakkan trubus semangat yang baru demi terus melangsungkan kehidupan. 

Pelajaran lain yang dapat saya ambil dari kehebatan bunga ini adalah mengenai kepiawaiannya yang mampu menyesuaikan diri dengan setiap keadaan. 

Jika sedang berada di area yang cukup subur untuk mengembangkan potensi diri, maka ia akan mengoptimalkan kemampuan dirinya dengan mendayakan lingkungan yang mendukung itu. 

Dan sebaliknya, jika lingkungan sedang tidak cukup mendukung untuk pengembangan potensi dirinya secara optimal, maka yang ia upayakan adalah bertahan sekuat tenaga dengan memanfaatkan kondisi sekitar sambil terus mengganti daun-daun kehidupan. 

Kiranya inilah hal yang dapat kita pelajari dari serumpun bunga yang semakin tua makin jadi ini. Dan dari sini barangkali kita pun telah menemukan sebuah analogi menarik, sebab pada umumnya kata tua seringkali diidentikkan dengan ketidakberdayaan.

Namun, darinya kita seolah-olah diingatkan bahwa semakin matang usia seseorang, bisa saja hal ini merupakan kesempatan baginya untuk semakin bertaji seperti halnya kemampuan yang ia miliki. 

Anda ingin contoh lain mengenai hal ini? Silakan Anda sowan pada Sang Maestro di Kompasiana ini. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun