Mohon tunggu...
Muhammad Adib Mawardi
Muhammad Adib Mawardi Mohon Tunggu... Lainnya - Sinau Urip. Nguripi Sinau.

Profesiku adalah apa yang dapat kukerjakan saat ini. 😊

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membaca dan Dibaca

8 Januari 2021   20:56 Diperbarui: 9 Januari 2021   05:11 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat kita menulis di Kompasiana maupun platform yang lain, pada umumnya kita tentu berkeinginan tulisan kita itu akan dibaca oleh orang lain. Syukur-syukur jika yang membaca sekaligus yang mengapresiasi juga banyak.

Sehingga berangkat dari harapan inilah kemudian muncul tradisi blogwalking, silaturrahmi ke blog orang lain untuk membaca tulisan mereka, menyapa hingga memberikan apresiasi.

Tujuan dari kegiatan blogwalking ini antara lain adalah sebagai kesempatan untuk belajar dari penulis lain yang biasanya juga ditandai dengan jejak apresiasi maupun komentar agar si penulis itu tahu kunjungan kita.

Dari kebiasaan kita berkunjung, menulis dan membagi tulisan ini, kemudian secara umum muncullah sebuah pola, yakni membaca dan dibaca. Membaca tulisan orang lain, syukur-syukur jika kita juga bisa membagi tulisan yang bisa dibaca oleh mereka.

Kawan, jika kita mengembangkan bahasan membaca dan dibaca ini agak lebih jauh lagi, kita pun pasti akan mendapati pola membaca dan dibaca ini dalam kehidupan kita sehari-hari.

Seperti kebiasaan kita yang gemar membaca lingkungan kita, sebagaimana kita tidak dapat menutup kemungkinan bahwa juga akan dibaca oleh lingkungan kita itu, sehingga dengan adanya pola ini timbullah hubungan saling membaca satu sama lain.

Baiklah, mari kita buat contoh konkritnya saja. Saat ada tetangga yang sukses, baik itu dari indikator kemakmuran hidup, kekayaan, pangkat, ataupun status sosial, berangkat dari rasa penasaran pada diri kita yang menggebu-gebu, tidak jarang hal ini kemudian akan menggiring kita untuk menelaah dan menggali, apa sebenarnya rahasia di balik kesuksesan mereka itu.

Demikian pula sebaliknya. Jika ada kehidupan di lingkungan kita, baik itu yang skalanya desa, kecamatan, hingga negara, misalnya saja sedang terjadi sebuah kesemrawutan, tidak jarang kita pun merasa penasaran untuk membaca dan memetakan, apa sebenarnya akar dari segala ketidakteraturan itu.

Itulah posisi yang sejatinya dimiliki oleh setiap manusia sebagai bagian dari perilaku mereka yang senantiasa berkecenderungan untuk membaca dan mempelajari lingkungannya. Dan bagi siapa saja yang berperilaku sedemikian ini, tentu kita akan menganggapnya sebagai sebuah kewajaran.

Sebentar, bagaimana dengan potensi ghibah atas pola membaca ini?

Baiklah. Satu hal yang berpotensi menjadi masalah ghibah ini adalah manakala seseorang berusaha untuk mengorek kesalahan orang lain--yang sebenarnya sudah rapat-rapat ia sembunyikan dan bahkan ia taubati--dengan tujuan untuk menjatuhkan citranya saja.

Tentunya, inipun masih akan memicu paradoks tertentu. Seperti, siapa yang sedang dighibah? Kenapa ia harus dighibah? Apa sebenarnya kepentingan di balik ghibah itu?

Hal demikianlah yang acap kali menjadi perilaku pembacaan yang dilakukan oleh masyarakat di sekitar kita, baik itu melalui diskusi maupun lewat obrolan yang sifatnya lebih santai.

Sudah barang tentu, dengan adanya pola pembacaan tersebut akan memiliki konsekuensi masing-masing berkait akurasi data yang disajikan.

Kemudian, masalah lain yang berpotensi akan timbul adalah manakala seseorang telah mengalami kesalahan dalam proses memahami bacaan. Dengan adanya kesalahan dalam pembacaan ini kemungkinan akan berpotensi dua hal: Pertama, tidak dapat memahami data; Kedua, salah dalam menafsirkan data.

Dan permasalahan itu bisa saja akan semakin pelik manakala ketakpahaman terhadap data ini tidak disadari si pembacanya sehingga kemudian dengan begitu mudahnya ia menyebarluaskan informasi yang diterima, dimana di tengah canggihnya akses untuk berbagi informasi saat ini, peluang untuk terjadinya hal itu menjadi semakin mudah. Sehingga jadilah ia sebagai penyebar kabar yang sesat dan menyesatkan--dhallu wa adhallu.

Berikutnya, kesalahan dalam membaca inipun juga bisa saja disebabkan oleh faktor lain, seperti kesalahan dalam memilih dan menggali data yang benar. Keberadaan data yang tak valid yang tetap dipaksakan sebagai rujukan, sudah barang tentu hal ini akan berimbas pada pengambilan kesimpulan dan keputusan yang salah.

Apalagi di tengah timbul tenggelamnya potensi kesalahan itu, siapa saja saat ini begitu mudahnya diming-imingi oleh kesempatan untuk menabur dan mengakses data-data baru.

Ini sejatinya merupakan sebuah ironi, dimana hampir semua pihak begitu rakus untuk melahap kebaruan informasi tanpa ada indikasi kepastian dari mereka untuk memilih dan menyaring kabar apa saja yang benar adanya.

Pola konsumsi informasi yang demikian ini biasa terjadi sebab mereka cenderung menyenangi perkembangan kabar cepat saji yang kapan saja dapat mereka reguk sambil rebahan melalui gadget yang ada dalam genggaman mereka, tanpa perlu harus bertungkus lumus untuk menggali kembali kebenaran data itu dengan terjun langsung ke lapangan yang cenderung melelahkan, membuang waktu sekaligus uang.

Alhasil, informasi baru dari hasil bacaan mereka pun tetap tersaji dengan begitu derasnya, sehingga bisa saja ia akan mencerahkan, membingungkan, dan tidak jarang ia juga akan menyesatkan mereka yang membacanya. (*)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun