Di tengah perjalanan yang terasa begitu menyiksa tersebut, seorang ibu yang kondisi perekonomiannya belum tentu lebih baik darinya itu seakan tahu benar penderitaan fisik yang tengah diderita oleh seorang pemuda yang berada di sampingnya, sehingga beliau tak segan-segan untuk memberikan bekal makanannya dengan penuh ketulusan kepada pemuda itu, tanpa mau diganti dengan uang sepeserpun. Dan si pemuda beruntung itu taklain adalah Opa Tjiptadinata Effendi ketika beliau masih muda.Â
Diantara bentuk keteladanan tentang ketulusan semacam inilah yang kemudian kian membuka pintu kemanusiaan yang dimiliki oleh Opa Tjipta, sehingga membentuk karakter beliau sebagai sosok yang tangguh dan peduli terhadap sesama.Â
Selanjutnya, jika membaca bagaimana peran dari ibu Lina dalam mendampingi suami beliau yakni Opa Tjipta itu, jelas kita akan mendapat sebuah keteladanan yang paripurna.
Beliau adalah sosok yang begitu pandai dalam mengiramakan langkah kehidupan keluarga, baik ketika berada di atas angin maupun ketika merangkak di atas permukaan tanah.
Dan buah dari kepiawaian beliau inilah yang pada akhirnya sangat berperan dalam menjaga harmoni hubungan beliau berdua sehingga mampu menginspirasi siapa saja yang telah membaca kisah hidup keduanya, sedari remaja hingga menua.
Akan tetapi, bagaimanapun jua tulisan singkat ini jelas tak mungkin cukup untuk menggambarkan secara terperinci mengenai sejarah perjuangan yang telah beliau berdua tanam sedari muda.Â
Namun, melalui tulisan sederhana ini setidaknya akan berpeluang menjadi pemicu bagi para pembacanya untuk merujuk sendiri pengalaman kisah hidup beliau berdua yang secara istiqamah beliau ceritakan melalui tulisan, yakni pada platform Kompasiana ini. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H