Mohon tunggu...
Muhammad Adib Mawardi
Muhammad Adib Mawardi Mohon Tunggu... Lainnya - Sinau Urip. Nguripi Sinau.

Profesiku adalah apa yang dapat kukerjakan saat ini. 😊

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dul Kaher Absen Daftar CPNS

31 Oktober 2020   09:41 Diperbarui: 11 November 2020   11:09 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Dul, sekarang kan lagi musimnya pendaftaran CPNS, kamu nggak mau daftar nih?" tanya Gendon pada Dul Kaher yang tengah menulis artikel untuk Kompasiana. 

"Nggak ah. Dari dulu aku nggak minat jadi PNS," jawab Dul Kaher ringan. 

"Kamu yang bener nih? Terus kamu mau kerja jadi apaan kalau nggak jadi pegawai negeri?"

"Yah, kerja seadanya. Apa yang bisa aku kerjakan saat ini ya itulah kerjaanku."

"Apa kamu nggak kepingin hidup berkecukupan plus jadi dambaan orang tua sekaligus mertua?"

"Soal cukup nggak cukup itu hal yang sangat relatif Ndon. Jangankan jadi PNS, mereka yang pendapatannya sudah mencapai miliaran pun banyak yang merasa hidupnya masih belum cukup."

"Apalagi kamu yang kerjanya hanya serabutan kayak gini, hehe." Gendon memutus penjelasan Dul Kaher. 

"Bagiku cukup itu bukan soal materi, yang penting aku bisa menjaga ritme kehidupan dengan pola yang seimbang itu saja sudah kurasa cukup."

"Sebentar, sebentar. Maksudmu gimana?"

"Kalau menurutku, hidup itu bukan melulu soal penghasilan yang melimpah, namun juga bagaimana menjaga hubungan kita dengan makhluk lain di sekitar kita."

"Kok aku tambah nggak mudheng ya?"

"Begini. Kita hidup dengan gaji yang berkecukupan itu memang penting. Namun, kita juga perlu melihat dengan jeli apa saja tugas-tugas lain yang harus kita penuhi selain pencarian gaji itu."

"Terus, berarti kamu sudah merasa cukup dengan gajimu selama ini?"

"Alhamdulillah, lebih dari cukup."

"Wah, hebat dong? Bagaimana cara kamu bisa mencukupi kebutuhanmu itu?"

"Ndon, sebenarnya kebutuhan kita hidup di dunia ini adalah sekadarnya saja sehingga kita dapat hidup secara sak madya alias hidup sederhana untuk mencukupinya."

"Selama ini khususnya semakin berkembangnya media sosial, berkembangnya pola-pola industrialisasi dan gaya hidup bermasyarakat, kita seakan tergiring untuk mengejar sesuatu yang sebenarnya tidak terlalu kita butuhkan. Handphone harus selalu yang terbaru. Makanan, pakaian kendaraan dan rumah harus mewah, sehingga kita lupa dengan peran lain kita sebagai manusia yang notabenenya sebagai makhluk sosial yang juga harus memperhatikan lingkungan kita." Dul Kaher menambahkan. 

"Kita begitu senang menumpuk harta sehingga seringkali mengabaikan hak-hak orang lain yang tertitipkan pada harta yang sudah kita kumpulkan itu. Bukankah dengan kita mengumpulkan harta ini berarti juga mengumpulkan tanggung jawab untuk membagikannya kembali pada orang lain?" Dul Kaher mengetes Gendon. 

"Benar juga ya Dul, seringkali kita ini jadi lupa manakala telah mengumpulkan banyak harta. Seolah-olah harta itu adalah milik kita sendiri tanpa mengingat sedikit pun bagian yang sepatutnya dibagikan atau disalurkan kembali pada yang berhak."

"Nah, sebab keyakinan demikian inilah kita pun menganggap bahwa harta kekayaan adalah kebanggaan yang digunakan untuk mengukur tingkat kesuksesan seseorang. Sementara itu, aspek lainnya seringkali terlewatkan."

"Aspek lain apa itu Dul?"

"Ya, tujuannya mencari harta, caranya memperoleh harta, dan sikapnya setelah berhasil mengumpulkan harta."

"Benar juga ya Dul. Jadi bener nih, kamu nggak mau daftar CPNS?"

"Dulu, sebenarnya aku juga pernah punya pikiran untuk daftar PNS. Tapi, setelah kutahu gajiku nanti dibayar dari hutang negara yang berarti nantinya juga harus dibayar oleh anak cucuku rasanya aku jadi nggak tega untuk daftar jadi pegawai negeri. Mendingan dagang atau kerja wiraswasta saja yang sedikit-sedikit bisa ikut andil untuk membayari mereka yang mengabdi untuk negeri ini."

Gendon benar-benar tak menyangka kawannya akan berpikir sejauh ini. 

"Oh, iya Ndon. Tiba-tiba saya kok jadi kepingin bocorkan salah satu mimpiku selama hidup ini."

"Apa itu Dul?"

"Dari dulu aku kok kepingin menyaksikan Indonesia ini suatu saat nanti akan bebas semua hutangnya dari negara lain tanpa harus menggadaikan apalagi menjual aset-asetnya. Saat itulah barangkali aku mau daftar jadi PNS."

"Bhuahaha.. Itu berarti kamu sampai mati pun nggak bakal daftar."

"Hush. Jangan bicara begitu. Percayalah pada kerja para pemangku sekaligus rakyat di negeri ini. Mereka pasti bisa mengupayakannya pada saatnya nanti."

"Semoga angan-anganmu itu benar Dul." jawab Gendon setengah pesimis. 

"Percayalah!" Dul Kaher menatap Gendon dengan senyum penuh arti. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun