Mohon tunggu...
Muhammad Adib Mawardi
Muhammad Adib Mawardi Mohon Tunggu... Lainnya - Sinau Urip. Nguripi Sinau.

Profesiku adalah apa yang dapat kukerjakan saat ini. 😊

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku Memang Biasa Tergesa-gesa

9 Oktober 2020   17:19 Diperbarui: 12 Oktober 2020   14:25 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sedari dulu, aku memang sudah terbiasa dengan pola hidup yang tergesa-gesa. Jika bagi sebagian orang sikap ini adalah kelemahan, namun tidak bagiku.

Latar belakangku yang berasal dari anak orang yang berada sekaligus keturunan dari sosok yang tersohor, menjadikan aib ini menjadi sebuah pemakluman tersendiri untukku.

Bangun kesiangan dan berangkat ke sekolah dengan tergesa-gesa, itu adalah makanan sehari-hari. Apakah bapak ibu guru memarahiku? Coba saja jika mereka berani, beking di belakangku akan selalu sedia untuk menuntaskannya. 

Saat ujian aku mencontek. Saat mengerjakan pekerjaan rumah aku suruh babuku untuk mengerjakannya. Yang kutahu semua sudah beres dengan sekedipan mata.

Itupun sebenarnya masih tak seberapa. Sebab saat belajar di perguruan tinggi dulu, dengan mudah aku menuntaskannya. Cukup kubeli saja ijazah dari para pelacur akademik yang haus recehan itu, niscaya gelar sarjana, magister, dan doktor dengan mudahnya berjejer-jejer di belakang namaku. Dan tinggal sejengkal lagi kan kulekatkan gelar profesor itu di depannya. 

Saat berbisnis aku menelikung para sainganku. Mencitrakan keburukan pada mereka yang seakan tiada habisnya. Dengan demikian, seolah-olah akulah yang terbaik di bidangnya. 

Begitu pelanggan dan klien kudapat, kukibuli mereka semua sehingga aku pun meraup untung yang berlipat. 

Oh, iya, soal perizinan. Tak perlu lah khawatir soal legalisasi yang sebatas formalitas itu. Cukup dengan ubur apen semuanya kan kuatasi. Bukankah di dunia ini manusia sedang di mabuk uang.

Saat menjabat, tak perlu lama-lama aku membuat kebijakan, peraturan, undang-undang. Sebab itu terlalu bertentangan dengan kebiasaanku sedari kecil, tergesa-gesa. Asal kelihatan sudah cukup keren, gagah dan aku pun dapat untung, maka tinggal tunggu apalagi?

Rakyat menjerit, mana aku peduli. Silakan saja mereka berteriak selantang-lantangnya dan yang bicaranya paling lantang kan kubungkam suaranya.

Tapi, tak selamanya kulakukan cara-cara yang biasa ini. Terkadang aku harus pandai bersandiwara agar seolah-olah aku peduli pada nasib mereka. Aku harus mampu berubah menjadi psuedo-hero bagi mereka. 

Terkadang begini, terkadang begitu. Luwes saja. Asalkan jabatan dan kekuasaan masih berada di tangan, semuanya kan kujalani. 

Benar-benar tak kuduga, sikap tergesa-gesaku sedari kecil ini kian menjadi saat aku telah dewasa. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun