Singkat cerita, setelah memedomani kalimat petuah itu dan dengan menggunakan beberapa langkah diplomasi, tentunya, Kyai Hasyim pun dapat terbebas dari penjara.Â
Pesan dari beliau inilah yang mungkin saja telah banyak kita renungi dalam keseharian kita. Yakni manakala kita bergaul dengan siapa saja, maka hendaknya kita harus 'mengenal' bahasa mereka.Â
Diksi yang digunakan oleh petuah tersebut adalah kata mengenal ('arofa) dan bukan mengetahui ('alima), dimana dari kedua kata itu jelas berbeda, baik dari segi arti maupun fungsinya.Â
Jika 'pengetahuan' mungkin saja akan dikiaskan dengan pemahaman seseorang akan sesuatu. Dalam artian, begitu paham, ya sudah, selesai urusan. Atau jika seseorang itu memiliki kebijaksanaan terhadap pengetahuan itu maka akan dipraktikkan.Â
Hal ini berbeda dengan kata mengenal, dimana tujuan dari kata mengenal ini tidaklah cukup untuk sekadar tahu saja. Sebab, untuk dapat mengenal secara baik, maka harus diiringi dengan upaya untuk bisa mengakrabi apa yang akan dipahaminya itu.
Oleh sebab itulah, pada beberapa daerah tertentu, kita telah mengetahui beberapa kawasan yang memiliki jenjang/tingkat bahasa yang dituturkan oleh penggunanya untuk menunjukkan pada siapa bahasa itu pantas untuk dialamatkan.Â
Bagaimana cara memilih bahasa untuk menghargai orang yang lebih dewasa. Bagaimana menentukan bahasa untuk merangkul teman-teman yang sebaya. Atau bagaimana memilah bahasa yang cocok untuk mengakrabi anak-anak. Itu semua ada pilihan dan kaidahnya.Â
Dengan memahami ragam pilihan jenjang bahasa itulah, maka seseorang kiranya akan mampu menahkikkan secara tepat mengenai jenis bahasa apakah yang sepatutnya ia gunakan untuk lawan bicaranya.Â
Dengan pemilihan bahasa yang tepat akan berpeluang menghadirkan rasa aman bagi siapa saja atas ancaman verbal dari pihak-pihak lainnya. Sebab kita pun tahu bahwa seringkali rasa tidak aman itu timbul bukan hanya karena adanya ancaman dari lingkungan sekitar. Akan tetapi hal ini juga dapat terjadi karena ketidakmampuan seseorang dalam menjaga lisannya.Â
Dalam hal ini, saya sangat senang dan sepakat dengan wejangan Mas Meirri Alfianto yang gemar mewanti-wanti melalui tagline-nya: ajining diri gumantung ana ing lathi (harga diri seseorang tergantung pada sikapnya dalam mendayakan lisan).
Dengan lisanlah seseorang akan bisa merasa begitu dihargai dan dihormati. Dan dengannya pula seseorang akan mampu terlukai. Dengan demikian, sudah sepatutnya bagi kita untuk senantiasa menjaga lisan dan (tu)lisan kita agar tidak berpeluang melukai pihak lainnya.Â