Mohon tunggu...
Muhammad Adib Mawardi
Muhammad Adib Mawardi Mohon Tunggu... Lainnya - Sinau Urip. Nguripi Sinau.

Profesiku adalah apa yang dapat kukerjakan saat ini. 😊

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jeritan Hati Sang Maharaja Singa

2 September 2020   04:45 Diperbarui: 2 September 2020   04:44 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam ini, tak seperti malam-malam biasanya bagi Sang Maharaja Singa. Entah mengapa, rasanya waktu berjalan dengan teramat lambat. Apakah ini lantaran suasana hatinya yang sedang gundah? Ia merasa jiwanya seakan terhimpit. Dadanya serasa sesak. Isi kepalanya seakan mau keluar. Pikirannya mengembara ke mana-mana. 

Ia bertanya dan mengadu pada Sang Penguasa seluruh alam mengenai kegelisahan yang menghampiri dirinya tiap malam tiba itu. Rasa gelisah yang lekas hadir pada dirinya akhir-akhir ini setelah anaknya secara tiba-tiba mengadu padanya mengenai jatah kursi raja. 

Bukannya tak setuju, namun ia merasa anaknya itu masih terlalu hijau untuk menyelam dalam rimba kekuasaan yang penuh dengan godaan dan ancaman. 

Pengalamannya yang cukup lama sebagai seorang raja rimba menjadikannya mafhum bahwa jabatan yang diinginkan anaknya itu bukanlah ihwal yang sembarangan, salah sedikit dalam melangkah rakyat rimbalah yang akan jadi korban. 

Telah banyak cerita-cerita sejarah yang membuktikan dan mencatatnya. Akibat ketidaktelitian dan kezaliman sang raja rimba menjadikan suasana hutan penuh aura yang mencekam. 

Namun, sang pangeran singa rupanya begitu bersikukuh hendak membuktikan kemampuannya pada sang ayahandanya. Sebagai bukti awal atas kepiawaiannya, ia ingin diberi kesempatan untuk mengatur secuil kawasan dari rimba di tanah kelahirannya.

Sang Maharaja Singa bukan semakin lega bercampur bangga atas penuturan ambisius puteranya itu, justru dari sinilah hatinya mulai dipenuhi rasa bersalah. Ia teringat dengan masa-masa mudanya saat menjadi raja kecil yang begitu dielu-elukan oleh rakyat di daerah kelahirannya sebagai apresiasi atas kinerjanya. 

Namun, begitu ia berkuasa pada rimba yang lebih luas, justru ia merasa dikuasai oleh hewan-hewan lain. Dan jangankan dikuasai oleh hewan lain, ia pun merasa telah tak kuasa atas dirinya sendiri. Betapa tak berdikarinya ia kini. 

Ia tak ingin angan-angan anaknya yang masih sesosok singa muda itu melayang seolah tanpa batas. Angan-angan akan kekuasaan yang hakikatnya menyimpan ketidakberdayaan di baliknya. 

Tiba-tiba saja, Ia terbayang akan sosok Raja Panda. Seorang raja pendahulunya yang begitu dielu-elukan oleh rakyatnya sebab kebijakan dan perhatiannya yang sungguh-sungguh pada mereka. 

Saat turun tahta, rakyat rimba pun menangisinya. Mereka menangis sejadi-jadinya sebab meyakini bahwa pemimpin yang dicintainya itu sebenarnya turun dari kekuasaannya bukan karena kelalaian namun akibat jeratan para serigala yang mabuk kekuasaan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun