“Tidak bisa ini. Tidak bisa ini. Tidak bisa. Tidak bisa ini. Tidak bisa ini.” tanggap kyai muda itu menanggapi tulisan secara sekilas.
“Jadi, tidak bisa ya, Kyai?” Tanya panitia acara itu makin penasaran.
“Jadi, begini Pak. Sebenarnya permasalahan hukum yang ada di sini, semuanya sangat mudah. Dan karena persoalannya terlalu mudah, maka tidak perlu saya yang menyelesaikannya. Cukuplah untuk hal ini murid saya saja yang berada di bawah pohon mangga itu yang akan menjawabnya.” jawab 'sang kyai' sambil menunjuk ke arah keluar.
Sinar cerah mulai terpancar dari wajah bapak-bapak yang menanyakan masalah agama itu. Dan tak perlu menunggu lama, ia pun memanggil sesosok paruh baya yang telah cukup lama terlantar di atas sepedanya.
Usai mendengar cerita tentang permasalahan itu, sosok paruh baya itu pun langsung membabarkan dengan gamblang semua permasalahan hukum agama tersebut lengkap dengan referensi kitab dan halamannya. Orang yang menanyakan permasalahan ini pun dibuat geleng-geleng kepala dan kian takjub dengan keduanya.
Dalam batin mereka menggumam, “Jika muridnya saja bisa menjawab dengan secerdas ini, bagaimana dengan gurunya.”
Sementara itu, kyai muda itu pun tampak tertawa lepas untuk menutup rapat-rapat kedunguannya. Hatinya penuh rasa syukur sebab saat itu gurunya masih berada di sampingnya. Andai saja sosok penting itu sedang tidak berada di sampingnya, entah bagaimana nasibnya.
Mungkin saja inilah, pengalaman awalnya menjadi kyai bayangan yang bikin jantungnya deg deg ser. (*)
Diolah dari salah satu materi pengajian di Ponpes Gasek Malang.