Mohon tunggu...
Muhammad Adib Mawardi
Muhammad Adib Mawardi Mohon Tunggu... Lainnya - Sinau Urip. Nguripi Sinau.

Profesiku adalah apa yang dapat kukerjakan saat ini. 😊

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dul Kaher Jadi Kyai Bayangan

30 Agustus 2020   04:45 Diperbarui: 30 Agustus 2020   05:41 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Picture by: Kourosh Qaffari-Unsplash (edited)

“Kyai, mohon maaf sebelumnya. Entah kenapa ya, akhir-akhir ini saya kok merasa ada yang aneh pada diri saya.” Dul Kaher membuka ucapan setelah keduanya duduk dengan nyaman di ruang tamu sang kyai.

“Aneh bagaimana?” tanya kyai setengah penasaran.

“Akhir-akhir ini saya merasa semua pelajaran yang kyai ajarkan saya bisa paham. Beberapa nazham yang kyai sampaikan inshaa Allah saya sudah hafal semuanya. Bahkan, lebih dari itu, materi ceramah yang biasa kyai sampaikan di kampung-kampung itu inshaa Allah saya bisa meniru semua.”

“Terus, dimana letak anehnya?”

“Begini Kyai. Mohon maaf lho ya sebelumnya, saya minta dikasih kesempatan, jika ada pengajian di kampung nanti inshaa Allah saya siap mengisi. Hehehe,” curhat santri senior itu sambil cengengesan.

“Oh, jadi kamu sudah siap rupanya? Baik, kalau itu yang kamu mau. Kebetulan besok lusa aku ada jadwal mengisi pengajian di kampung sebelah. Nanti kamu bisa mengisi di sana. Tapi, nanti jangan bilang-bilang kalau kamu itu santriku. Cukup kamu datangi saja acara itu dan ngisi pengajian di sana.”

“Apakah ini serius, Kyai?” tanya Dul Kaher penasaran. Ia sama sekali tidak menyangka, gurauannya itu ditanggapi secara serius oleh gurunya. Tiba-tiba saja dadanya bergemuruh kencang, pertanda masih deras keraguan di dalam hatinya atas kemampuan dirinya.

“Tentu saja. Tapi kamu tenang saja, untuk pengajian kamu yang perdana nanti, gantian kamu yang akan kuantar. Aku akan mendampingimu supaya lebih mantap saat pertama kali manggung. Aku akan bonceng kamu dengan sepeda jenki itu dan kamu pun akan kupinjami baju, sarung, dan sorban. Sedangkan aku, gantian yang akan pakai baju punya kamu. Bagaimana?”

“Mohon doa restunya, Kyai.” Jawab Dul Kaher sambil berusaha menghimpun keyakinannya. Sekali lagi ia benar-benar tidak menyangka, candaannya dengan sang kyai itu ditanggapi secara serius olehnya.

“Tapi ingat lho Dul. Nanti kalau ada yang manggil namaku, kamu langsung maju saja seolah-olah yang dipanggil itu namamu. Kamu tak perlu khawatir, sebab di sana hanya beberapa gelintir orang saja yang tahu aku. Itupun tidak tahu persis. Selebihnya, mereka hanya pernah dengar namaku.”

“Inggih, Kyai.” Keyakinan si Dul Kaher sepertinya kian mantap di tengah gemuruh kencang yang masih bergejolak di dalam dadanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun