Mohon tunggu...
Muhammad Adib Mawardi
Muhammad Adib Mawardi Mohon Tunggu... Lainnya - Sinau Urip. Nguripi Sinau.

Profesiku adalah apa yang dapat kukerjakan saat ini. 😊

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Tulisan yang Terbit Sebelum Ayam Berkokok

26 Agustus 2020   02:45 Diperbarui: 26 Agustus 2020   07:35 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya menulis tulisan ini sebab terinspirasi oleh isi tulisan Prof Felix Tani. Dalam tulisannya, ia sempat mengajukan komplain pada pihak admin Kompasiana yang menayangkan tulisan ke-5.000 Pak Tjip yang masuk kategori artikel utama pada waktu dini hari. Yang kemudian hal yang membuat hati Pak Felix 'dongkol' adalah manakala tulisan yang masuk headline itu diturunkan oleh Kompasiana saat menjelang pagi hari. Kritikannya itu ia suarakan dengan pertanyaan, "memangnya siapa yang akan membaca artikel itu, genderuwo?"

Sebenarnya, saya sendiri kurang terang dengan maksud genderuwo-nya Pak Felix Tani itu. Apakah yang ia maksud adalah benar-benar sosok memedi yang bisa membaca (lagian, siapa yang bisa membuktikan ada genderuwo yang pintar membaca?) Atau, jangan-jangan ia menisbatkan sosok genderuwo itu adalah siapa saja diantara pembaca Kompasiana yang biasa bergentayangan menelusuri situs ini pada dini hari. Untuk tahu kepastiannya, ya, bisa ditanyakan pada Pak Felix Siaw, eh, Tani itu sendiri.

***

Terus terang, saya termasuk penulis debutan di Kompasiana yang banyak terinspirasi oleh produktivitas Pak Tjip. Sebab, di usia beliau yang telah matang itu, ia biasa menghasilkan rerata dua tulisan yang terbit di sini setiap hari. Sebuah semangat dan kekuatan yang luar biasa jika kita bandingkan dengan usianya. Dapat dibayangkan, betapa gigihnya perjuangan beliau selaku penulis senior ini dalam merampungkan karyanya sehari-hari. 

Kesan yang saya dapat setelah membaca karya-karya tulisan Pak Tjip adalah betul-betul menginspirasi, ringan, dan tidak terkesan menggurui. Membaca tulisannya, seakan saya membaca hati dari seorang kawan sendiri. Menurut saya, itulah kekuatan tulisan dari Pak Tjip. 

Pada salah satu artikelnya, Pak Tjip pernah menuturkan, bahwa ia ingin mempersembahkan 5.000 artikelnya sebelum ayam berkokok pada tanggal 17 Agustus 2020. Sebuah dedikasi dan perjuangan yang mungkin hendak beliau persembahkan untuk memperingati kemerdekaan Indonesia yang ke-75. 

Setelah saya membaca penuturan Pak Tjip dalam tulisannya itu, saya menjadi kian terinspirasi untuk menerbitkan tulisan di sini sebelum ayam berkokok. Dan setidaknya, sejauh ini, sudah enam kali saya mencobanya. 

Alasan saya melakukan hal unik ini adalah: (1) Adanya fitur penjadwalan di Kompasiana sehingga tulisan dapat diterbitkan kapan saja, (2) Hati saya menjadi lebih tenang sebab saya sudah melihat tulisan yang terpajang dan terbaca ketika mata terbuka, (3) Peluang bagi tulisan saya untuk tampil lebih lama. 

Dengan adanya fitur penjadwalan di Kompasiana ini menjadikan saya bebas untuk menentukan kapan saja tulisan akan saya publikasi. Sehingga, tulisan inipun bisa mempublikasikan dirinya sendiri ketika saya masih berada di alam lain. 

Biasanya, setelah tulisan saya rampungkan di malam hari, saya akan mengatur waktu kapan tulisan itu akan terbit. Saya menjadwalkannya sekitar pukul 02.45 WIB, atau beberapa saat sebelum ayam berkokok atau fajar menyingsing.

Keberadaan tulisan yang telah terbit sebelum fajar menjadikan saya merasa lega hati, sebab saya mendapati tulisan saya sudah ada yang membacanya, kendatipun itu hanya berjumlah kira-kira 3 orang. Segelintir orang yang terbangun di waktu pagi hari itu ditambah dengan aktivitasnya membaca, bagi saya jelaslah mereka bukan orang sembarangan. Sebab, bisa jadi mereka adalah orang-orang yang gemar membaca dan menulis di laman ini. 

Untuk membuktikan dugaan saya ini, saya biasa menelusuri siapa saja yang telah memberikan rating pada tulisan saya. Dan benarlah perkiraan saya, diantara mereka adalah orang-orang yang rajin menulis di sini. Saya melihat tulisan yang telah mereka terbitkan, jumlahnya ada yang telah mencapai ratusan bahkan ribuan. Ini lekas membuktikan bahwa tulisan yang terbit di waktu dini hari itu hanya dinikmati dan dibaca oleh sebangsa genderuwo adalah sebatas candaan. Bukankah begitu Pak Felix? 

Di sisi lain, keuntungan yang dapat saya peroleh dengan memposting tulisan di waktu dini hari adalah kesempatan tulisan saya tampil bisa menjadi lebih lama. Sebab biasanya kebanyakan orang akan lekas menulis pada waktu pagi hari. Meskipun cara yang saya tempuh ini tetap ada risikonya, yakni, kemungkinan sedikitnya pembaca yang akan melihat tulisan saya ini. 

Dan, setelah beberapa kali saya membuat variasi waktu publikasi; terkadang memposting tulisan di waktu dini hari, pagi, sore, atau malam hari, saya pun berkesimpulan bahwa kapanpun tulisan itu saya posting, tetap tidak begitu berdampak signifikan terhadap jumlah pembacanya. 

Sebagai buktinya, tulisan yang saya poskan di waktu yang beragam itu jumlah pembacanya juga bervariasi. Waktu yang saya anggap sebagai prime time maupun waktu yang hening sekalipun terkadang perolehan jumlah pembaca tak terprediksikan. 

Dan menurut saya, hal realistis yang berkaitan dengan keterbacaan tulisan itu adalah: (1) Manfaat tulisan bagi pembacanya, (2) Penyajian tulisan yang menarik, (3) Kredibilitas penulisnya. 

Kiranya pembaca akan tertarik untuk meng-klik sebuah tulisan manakala ia menganggap tulisan itu benar-benar berharga untuknya. Entah itu sebab ada kebaruan informasi atau hal lain yang berkaitan dengan kehidupan pembaca. Sehingga pembaca pun merasa tulisan itu adalah sesuatu yang penting dan sayang untuk dilewatkan begitu saja. 

Selanjutnya, penyajian tulisan yang menarik akan menjadikan pembacanya betah untuk berlama-lama memandangi sebuah tulisan. Kita mungkin pernah atau bahkan sering mendapati sebuah tulisan yang setiap kalimatnya begitu hidup. Dengan membacanya, kita seakan tengah bercengkerama langsung dengan penulisnya. Tulisan yang ia suguhkan cenderung berisi kalimat-kalimat yang sangat bersahabat sehingga menghangatkan jiwa siapa saja yang membacanya. Di Kompasiana ini, saya bisa mencontohkannya seperti tulisan Pak Tjip yang begitu unik dan kuat karakternya. 

Dan pada akhirnya, penulis yang konsisten dalam menyuguhkan karya-karya apik,  bermanfaat, dan berkualitas, akan berpeluang mendapat tempat tersendiri di hati pembacanya. Sebab, dari beberapa buah tulisannya yang berkesan itu menjadikannya kian lekat di hati pembacanya. Dan secara tidak sadar pembaca pun menjadi gandrung terhadap karya-karyanya dan dirinya. 

Barangkali itulah beberapa alasan saya menerbitkan tulisan sebelum ayam berkokok ini, yang sebenarnya istilah kokok ayam inipun dapat dikiaskan lagi dengan pemahaman lainnya. Sebab, kita pun tahu bahwa ayam bisa berkokok kapan saja dan itu tidak harus menunggu sang fajar tiba. Mau pagi, siang, atau malam hari, terserah dia. 

Maka tidaklah salah, jika kemudian tulisan-tulisan saya di sini pun terbit kapan saja, mengiringi kokok ayam yang datangnya sewaktu-waktu itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun