Saat ini, kita masih berada pada momentum pergantian tahun baru Islam, atau yang biasa disebut dengan peringatan tahun baru hijriah. Peringatan tahun baru ini dilatarbelakangi oleh peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW dari Kota Makkah Al-Mukarramah menuju Kota Madinah, pada masa-masa awal beliau menyebarkan ajaran agama Islam.
Ada banyak hikmah yang dapat kita petik dari peristiwa hijrah Nabi ini, sebagai tapak tilas atas jejak perjuangan beliau dan para Nabi sebelumnya. Barangkali, dengan merenunginya akan membantu membuka kesadaran diri kita dalam memaknai hakikat kehidupan. Berikut ini diantara hikmah yang dapat kita renungkan dari peringatan tahun baru hijriah ini.
Pertama, Rasa syukur atas nikmat waktu yang diberikan Tuhan
Diantara bentuk kenikmatan tak ternilai yang telah dianugerahkan Tuhan pada hamba-Nya adalah waktu. Dengan membekali para makhluk-Nya waktu, berarti masih ada kesempatan bagi siapa saja untuk mencicipi lezatnya kehidupan sekaligus menjalani masa untuk menggali kesadaran diri mengenai apa yang seharusnya mereka lakukan di alam dunia ini.
Nikmat waktu yang sangat berharga yang Gusti Allah titipkan pada kita selaku hamba-Nya ini tentu tidak akan dapat kita rasakan manisnya manakala kita tak sadar akan manfaat dan kemaslahatan yang terkandung di dalamnya. Sehingga tidak jarang, lantaran tak mampu memahaminya, kita pun menganggurkan diri, membuang-buang waktu kita, seakan ia tak pernah habis dari kehidupan kita.
Dan barulah kita menyadari betapa berharganya waktu itu manakala telah kehilangan kesempatan dan kenangan-kenangan indah yang pernah terjadi sebelumnya. Misalnya, momen ketika berkumpul dengan para sahabat, nikmatnya saat-saat bersama dengan anggota keluarga yang lengkap, mendapati kesuksesan dalam usaha, dan lain sebagainya. Seringkali, tanpa kita sadari momen-momen indah itu meredup dan hilang begitu saja, berganti dengan siklus kehidupan lainnya.
Bagi hamba yang beriman, kesadaran akan waktu merupakan kesempatan emas baginya untuk mengabdikan diri dalam melaksanakan perintah-perintah Tuhan. Betapa bahagia hatinya manakala ia dapat mengisi waktu-waktunya untuk berbuat apa saja yang bersesuaian dengan perintah-Nya.
Pun sebaliknya. Betapa merana kehidupannya jika ia membuang waktunya dengan kekosongan aktivitas sehingga terasa seakan menyia-nyiakan begitu saja nikmat Tuhan yang belum tentu semua orang memilikinya ini.
Hamba yang menyadari kenikmatan atas waktu akan cenderung mudah bersyukur pada pemberinya sehingga tidak akan mengabaikan begitu saja keberadaannya, yang menjadikan Sang Pemberinya murka dengan mencabut nikmat keberkahan waktu itu darinya.
Kedua, Napak tilas sejarah perjuangan para utusan di masa lalu
Jika kita menengok kembali pada cermin sejarah, tentu kita akan mendapati banyak peristiwa luar biasa yang terjadi pada Bulan Muharram ini, seperti, diselamatkannya Nabi Nuh AS dan para pengikutnya dari bencana air bah, diselamatkannya Kalimullah Musa AS dari kejaran Raja Firaun dan bala tentaranya, sehingga orang Yahudi pun mengenang peristiwa monumental ini dengan berpuasa setiap tanggal 10 Muharram.
Jika melihat sejarah tersebut, kiranya kita akan dapat mengambil sebuah hikmah bahwa dalam berjuang di jalan Tuhan tentu akan mendapati banyak ujian yang teramat berat. Namun, kita juga tidak boleh lupa, bahwa Allah sangat mampu menolong siapa saja yang dikehendaki-Nya, meski jika dihitung secara nalar hal itu terasa sangat mustahil terjadi.
Ketiga, Harapan bertambahnya kebaikan di masa yang akan datang
Siapa pun tentu mengharap datangnya kebaikan yang terus mengalir bahkan bertambah dalam kehidupannya. Apalagi manakala mereka meyakini bahwa kalau tak mampu mencapai peningkatan itu akan mengantarkannya pada fase kerugian dan kehancuran dari waktu ke waktu. Untuk itulah, dengan adanya harapan datangnya kebaikan yang semakin meningkat ini, sepatutnya siapa saja mempergunakan waktu dengan sebaik mungkin agar nilai ke-hasanah-an yang ada di dalamnya kian bertambah.
Contoh sederhana atas penggunaan waktu yang semakin baik ini adalah mengenai kebiasaan seseorang untuk rutin menulis setiap hari. Taruhlah, dalam sehari seseorang mampu menyelesaikan 1 artikel, maka dalam setahun akan rampung 365 tulisan.
Dengan istiqamah menabung 1 artikel per hari (one day one article), seseorang akan untung setidaknya 1 buku dalam setahun. Keuntungan ini belum termasuk bertambahnya pembaca dan teman (saya tidak menyebutnya follower) yang sudah berlangganan menikmati karya-karya mereka sebelumnya.
Keempat, Berlomba dalam hal kebaikan
Saat Baginda Nabi Muhammad mendengar kabar mengenai kebiasaan penduduk Yahudi Madinah yang berpuasa tiap tanggal 10 Muharram demi memeringati peristiwa diselamatkannya Nabi Musa dari kejaran Firaun, maka Nabi pun berniat untuk 'menandingi'-nya dengan berpuasa tanggal 9 dan 10 Muharram pada tahun berikutnya. Namun amatlah disayangkan, belum genap sampai pada tahun berikutnya beliau telah wafat sehingga niat baik itu pun belum terlaksana.
Setidaknya dari peristiwa ini kita dapat mengambil sebuah 'ibrah bahwa hendaknya seseorang saling berlomba dalam hal kebaikan. Misalnya saja melalui ibadah puasa, seperti yang telah Nabi contohkan. Dimana puasa ini adalah bentuk ibadah yang diakui secara langsung keutamaannya bagi para pengamalnya di sisi Allah SWT--ash-shaumu lii wa ana ajzii bih.
Dari keteladanan Baginda Nabi untuk saling berlomba dalam ihwal kebaikan ini, kiranya kita mampu menirunya untuk berbagai konteks dalam keseharian kita, misalnya dalam menjalani profesi kita, berinteraksi dengan lingkungan kita, serta menjalani apa saja yang bermanfaat bagi kehidupan.
Barangkali demikianlah yang dapat kita jadikan hikmah atas peringatan tahun baru hijriah saat ini. Semoga Tuhan senantiasa membimbing setiap langkah kita sehingga kita dapat menjadi pribadi yang semakin baik dari waktu ke waktu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H