Setelah beberapa kali kita membaca tulisan-tulisan populer dari beberapa penulis, kita mungkin akan mulai mengenal karakter tulisan mereka. Contohnya, saat kita membaca artikel-artikel yang ditulis di Kompasiana. Setelah kita mem-follow beberapa akun anggotanya dan membaca tulisan-tulisan mereka, tentunya kita akan mulai dapat menengarai, inilah karakter tulisan dari Kompasianer yang ini, ini ciri-ciri tulisan Kompasianer yang itu, dan seterusnya.
Hal ini sangat mungkin terjadi, sebab di sini ada kebebasan yang sebebas-bebasnya bagi para penulis untuk mem-posting tulisan mereka. Silakan tulisan dibuat dengan sesuka hatinya asalkan tidak (ketahuan) menjiplak karya orang lain dan menciptakan kegaduhan.Â
Dan, jika kita mau meneliti lagi, sebenarnya masih banyak tulisan mereka yang tidak baku sebab tidak bersesuaian dengan kaidah penulisan dalam bahasa Indonesia. Satu dari sekian penulis itu, ya, tulisan saya sendiri.Â
Saya biasa salah dalam mengeja tulisan (typo), sering tidak tepat dalam memilih diksi, dan seringkali tidak mampu dalam membentuk konjungsi, baik itu antar kalimat maupun antar paragraf.Â
Jika ada tulisan-tulisan yang salah dari karya saya, itu adalah murni karena kebodohan saya, dan bukan karena saya sengaja ingin menulis yang salah. Meskipun sebenarnya sekali waktu saya juga pernah berangan-angan nakal untuk menyusun tulisan yang menyiksa pembaca, seperti, m4m@mN1hTul154n!1!1
Tulisan (Mamam Nih Tulisan!) ini adalah contoh tulisan yang akan membingungkan pembacanya. Mereka mungkin saja tidak hanya akan bingung saat membacanya namun juga akan sangat tersiksa. Sebuah siksaan yang entah disengaja atau tidak oleh penulisnya dengan menyodori pembacanya tulisan yang tak karuan dengan mengabaikan ejaan dan tanda baca.
Setelah membayangkan betapa menyiksanya hal ini jika saya sendiri yang berposisi pembacanya, maka sebuah niat bejat itu pun kemudian saya urungkan.Â
Saya menyadari bahwa tanpa saya menyusun tulisan yang menyiksa pun sebenarnya saya sangat berkemungkinan untuk menciptakannya manakala saya tidak teliti saat menulis. Saya mengabaikan ejaannya. Saya tidak memilih diksi yang paling tepat. Saya tidak pandai menentukan konjungsi pada tulisan. Dan yang paling celaka adalah saat saya tidak memiliki konsep yang matang pada tulisan.Â
Dan dengan belajar dari kesalahan-kesalahan macam ini saya pun akan tetap menulis dengan terus berusaha memperbaikinya, menyempurnakannya, sehingga tulisan saya menjadi lebih baik dari tulisan sebelumnya, meskipun kebaikan itu sebenarnya juga sangat subjektif sebab hanya berdasar pada penilaian saya saja.Â
Saya merasa bersyukur sebab di Kompasiana ini terdapat fitur edit untuk naskah yang telah dipublikasikan, sehingga ketika penulis ingin memperbaiki naskah tulisannya sewaktu-waktu ini masih ada kesempatan, kecuali untuk tulisan tertentu yang dilombakan yang memang sepatutnya dikunci demi menjaga sportivitas dari para penulisnya.