Mohon tunggu...
Muhammad Adib Mawardi
Muhammad Adib Mawardi Mohon Tunggu... Lainnya - Sinau Urip. Nguripi Sinau.

Profesiku adalah apa yang dapat kukerjakan saat ini. 😊

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Budaya Transaksional dalam Pendidikan

7 Agustus 2020   22:39 Diperbarui: 10 Agustus 2020   07:14 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Padahal, jika kita mau merenungi secara lebih dalam lagi, syarat terbentuknya pengetahuan yang hakiki adalah manakala hal itu telah dilandasi dengan keikhlasan bagi mereka yang menyampaikan dan menyelenggaraknnya. 

Hal ini sebagaimana diterangkan di dalam terjemah QS Yasin ayat 21 berikut: "Dan ikutilah seseorang tidak meminta kalian bayaran, dan merekalah diantara golongan yang mendapatkan petunjuk."

Berkaca dari penjelasan di dalam ayat ini maka kita pun akan menyadari bahwa pengetahuan yang akan membekas di dalam hati dan perbuatan orang yang menyelenggarakannya adalah manakala sebelumnya telah dilandasi dengan keikhlasan. 

Dan dengan memedomani ayat ini, para ulama klasik pun telah mengarang kitab dan mengajarkan ilmu mereka dengan penuh keikhlasan. Tak ayal lagi, jika kemudian berkat keikhlasan yang mereka miliki itu, pada akhirnya mereka dapat menyumbangkan karya-karya tulis dan menyampaikan ilmu-ilmu mereka dengan paripurna.

Pengetahuan mereka yang matang dengan dilandasi keikhlasan seakan telah mampu membaca sekat-sekat jaman sehingga karya-karya monumental mereka pun seakan abadi sebab terus saja dikaji untuk memajukan peradaban manusia pada saat ini. 

Jika kita melihat apa yang telah dilakukan oleh para ulama salaf itu, kita pun akan menemukan sebuah kondisi yang kontras dengan realita yang dimiliki oleh para akademisi kita saat ini. Dimana orientasi pendidikan yang mereka jalankan begitu sarat dengan nuansa meniti jabatan, melanggengkan kekuasaan, dan mengumpulkan pundi-pundi uang. 

Orientasi mereka seakan sudah  melenceng terlalu jauh dengan hakikat pendidikan yang seharusnya diamalkan. Dan imbas dari hal itu adalah terciptanya iklim pendidikan yang terasa hambar, terkesan formalitas, dan sulit dipahami kontribusinya secara nyata bagi kehidupan.

Di sisi lain, kita pun akan menemukan budaya pengakuan. Jika ada hal yang dianggap baru, para akademisi itu akan berusaha mendekatinya, berpura-pura menelitinya, berbaur dengan pemiliknya, kemudian setelah paham sedikit dengan konsepnya, mereka pun akan mengakuinya sebagai karya dan temuannya sendiri. 

Mereka melakukan itu semua sebab menjalankan tuntutan siklus akademis dan demi mendapatkan apresiasi keuntungan dengan berkedok penelitian. Dari penelitian itulah kemudian aliran dana akan mengalir deras dalam kantong pribadi mereka, yang seharusnya mereka limpahkan untuk pengembangan penelitian. 

Maka tidaklah mengeherankan jika karya ilmiah tersebut pada akhirnya menjadi tidak berbekas sama sekali sebab landasan keilmuannya pun hanya mangapung di permukaan dan tidak mampu menyelam lebih dalam lagi sebab maharnya yang berupa keikhlasan itu tidak atau belum mereka miliki.

Untuk memulai kebaikan ini memang sulit, sebab bentuk budaya organisasinya pun telah terbentuk sedemikian peliknya. Maka, sangat patut diapresiasi bahkan jika perlu diteladani jika kemudian ada sekelompok masyarakat yang membentuk kelompok pendidikan yang mewadahi masyarakat marginal seperti Salam yang diasuh oleh Pak Kyai Tohar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun