Hari ini, ketika wabah COVID-19 telah menelan ribuan korban jiwa, akhirnya bukan saja kita di tanah air, tapi masyarakat dunia, berhenti jeda dan menarik diri, menjaga jarak (social distancing) untuk mencegah meluasnya penyebaran virus yang tak kenal ampun ini.
Selain sebagai suatu cara perlawanan kita dengan virus ini, mungkin hikmah lainnya adalah, alam sedang mengambil kesempatannya memanggil "pulang" manusia untuk "nyepi" di rumah, tidak melakukan aktifitas di luar, tidak menjalin kontak langsung dengan orang lain juga tidak membuat kegiatan yang mengundang kerumunan.Â
Hanya dalam kesempatan seperti inilah kita juga dapat berdiam diri dalam pengertian lain, yakni  menelusuri batin ke titik heningnya melalui pengamatan seksama atas apa yang tengah berlangsung di luar diri dan mengamati segala reaksi batin (cemas, ketakutan, khawatir, bimbang, ragu tak menentu, dst) atas segala rangsangan dari luar yang ditangkap indra lahiriah kita.
Berdiam seperti di atas dapat kita lakukan beberapa menit saja, sendiri ataupun bersama keluarga selagi kita di rumah saja seperti keadaan saat ini. Masing-masing dapat mengambil postur duduk yang baginya cukup nyaman, lalu salah seorang dapat memandu yang lain. Sekilas panduan teknis, sebelum memejamkan mata, mula-mula dengarkan apapun yang dapat terdengar tanpa perlu bereaksi atas yang terdengar. Biarkan juga mata memandang apapun yang terlihat, tanpa perlu bereaksi dengan apa yang terlihat. Setalah beberapa saat, mata dapat mulai dipejamkan, berdiam sepenuhnya. Biarkan nafas keluar masuk dengan alami, tidak memerlukan usaha apapun untuk nafas masuk maupun nafas keluar.
Biarkan tubuh berdiam dan tenang, biarkan pula pikiran beraktifitas sebagaimana sifatnya yang selalu bekerja aktif, karena secara alami pikiran akan menempatkan dirinya pada keadaan yang pasif, tenang dengan sendirinya dan berhenti bergiat.
Semakin pikiran melambat semakin ia mendekat pada kedaan diam dan tenang, memungkinkan peluang batin menuju ke titik heningnya, yang membawa bimbingan kedamaian, ketentraman, kecerahan dan kebahagiaan.
Sampai titik ini, kita dapat mengembangkan metta meditation dengan membisikan perasaan welas asih, "Semoga semua makhluk berbahagia, semoga semua makhluk terbebas dari penderitaan".
---
Sumber bacaan: Robert Holden, Ph.D.-"Success Intelligence"
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI