Mohon tunggu...
Taryadi Sum
Taryadi Sum Mohon Tunggu... Insinyur - Taryadi Saja

Asal dari Sumedang, sekolah di Bandung, tinggal di Bogor dan kerja di Jakarta. Sampai sekarang masih penggemar Tahu Sumedang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jadi TKI di Negeri Sendiri, Kita Biasa Aja...

12 Desember 2017   10:32 Diperbarui: 12 Desember 2017   10:37 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Suatu ketika saya ditugaskan kantor untuk mengikuti prebid (penjelasan tender) di salah satu perusahaan migas yang berasal dari Italia di Jakarta. Dari perusahaan-perusahaan calon peserta lelang hadir 8 orang dan dari perusahaan calon pemberi pekerjaan 5 orang, dua di antara mereka adalah bule.

Dari mulai nama acara, daftar hadir dan bahasa yang digunakan semuanya menggunakan Bahasa Inggris. Rasanya hati saya sedih juga, mengapa rapat itu harus menggunakan Bahasa Inggis padahal 11 dari 13 orang yang ada di tempat itu adalah orang-orang pribumi, eh maksud saya orang Indonesia, hanya karena perusahaan yang akan menjadi "bos" kami kalau menang tender itu perusahaan asing?

Situasi lebih menyesakan data lagi ketika salah satu bule yang memberi penjelasan itu mentranslatelagi ke Bahasa Itali dan menyampaikan lagi ke bule sebelahnya karena ternyata bule Italinya itu tidak faham dengan Bahasa Inggris. Rasanya seperti di Milan atau Roma...... maksud saya seperti merasa tidak sedang di negeri sendiri, padahal kami sedang di Indonesia dan 11 dari 13 orang itu orang Indonesia. 

Rasanya sedih sekali, sudah mah kekayaan Indonesia tidak mampu dikelola sendiri sehingga  terpaksa harus menggunakan tangan asing, secara bahasa saja kita juga memposisikan diri menjadi pesuruh yang terjajah. Padahal saat itu kami diundang sebagai perusahaan konsultan yang tugasnya memberi advis kepada perusahaan mengenai hal yang terkait dengan bidang ternentu. Kami selayaknya memposisikan diri sebagai tenaga ahli yang tidak sama dengan TKI di luar negeri. 

Anehnya rekan-rekan lain tampak baik-baik saja seolah tidak ada yang salah dan memang begitulah seharusnya.  Sepertinya kita sudah terbiasa memposisikan diri berstatus di bawah bule-bule itu sehingga kami nyaman-nyaman saja ketika bule itu memaksa kami untuk faham bahasa mereka sementara mereka tidak merasa perlu faham bahasa kami.

Pada sebuah pertemuan kecil di lain kesempatan, seorang professional asli Indonesia dengan gaji yang mungkin selangit dengan kata-kata yang sangat terstruktur dan menggebu-gebu memotivasi kami untuk bekerja secara professional agar dapat menyesuaikan ritme dab memuaskan bule-bule yang mengomandoi perusahaan-perusahaan multinasional yang ada di Indonesia itu.

Sudah sedemikian mendarah-dagingkah mental TKI itu sehingga di negeri sendiri aja kita memposisikan diri sebagai buruh?

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun