Mohon tunggu...
Taryadi Sum
Taryadi Sum Mohon Tunggu... Insinyur - Taryadi Saja

Asal dari Sumedang, sekolah di Bandung, tinggal di Bogor dan kerja di Jakarta. Sampai sekarang masih penggemar Tahu Sumedang

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mimpi Hari Tuaku Ternyata Masih Impian

27 Agustus 2015   11:18 Diperbarui: 27 Agustus 2015   11:26 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi itu, matahari masih jauh di dalam lubang persembunyiannya. Adzan subuh baru saja melantunkan dua takbirnya. Akupun tergopoh, terbagun karena sedikit sentilan sang istri “makanya, tidurnya jangan terlalu malam, jadi bangunnya susah, kata Pa Ustadz juga masak nyepedah puluhan kilo bisa tapi Shalat Shubuh ke mesjid yang cuma 300 meter tidak….”.

Dengan sekuat tenaga melawan kemalasan, kulangkahkan juga kaki ini menyusuri jalan yang sebagian batu lepas. Satu dua teman yang lebih tua umurnya terlihat keluar dari rumah masing-masing untuk menyambut Sang Shubuh dengan tidak begitu cerah itu.

Menjelang jam 7 pagi, sepiring makanan jajanan pasar tersaji menemani kopi hitamku.  Sambil sesekali membincangkan cucu-cucu kami yang lucu, kebun kecil  sang istri yang masih arus dipupuk dan perkembangan kambing-kambing peliharaanku, kami berusaha menikmati pagi meskipun cadangan uang hanya cukup untuk hari ini.

Kami berfikir positif saja, kalau tidak ada pemasukan dari usaha kecil-kecilan kami, aku memancing saja di kolam belakang rumah, Seekor ikan gurame, mungkin cukup untuk kami berdua.

Biarlah, jangan sering-sering menggunakan uang, biar tabungan yang jumlahnya sedikit itu tidak cepat habis. Toh cabe, tomat dan kacang panjang tinggal petik dari kebun kecil buatan istri itu. Tinggal di kampung memang tidak perlu banyak uang. Bisa menjual 1 dari sekitar 25-an ekor kambing saja setiap bulan sudah cukup untuk sekedar beli gula-kopi dan beberaoa kebutuhan yang tidak bisa dibuat sendiri.

Biarlah, tak usah minta uang ke anak-anak, meski mereka sudah pada mandiri jangan direcoki penghasilannya. Mereka juga pasti perlu buat memenuhi kebutuhan keluargaanya.

“Pak... bangun, sudah setengah enam nih, nanti si teteh kesiangan…” Oow, ternyata aku bermimpi. Padahal masa itu masih cukup jauh. Hari ini saja aku masih harus mengantar anak keduaku yang baru kelas 1 SMA. Sedangkan yang bungsu malah baru  kelas 1 SD.

Bersama istri, kami memang sering berangan-angan untuk pensiun muda. Aku juga tidak tertarik melihat orang  berusia di atas 60 tahun masih bekerja meskipun bergaji yang tinggi. Biarlah aku hidup sederhana saja asal aku memiliki waktu yang cukup untuk aku sendiri, untuk keluarga, untuk beribadah dan untuk melakukan sesuatu yang sedikit bermanfaat buat lingkungan.  

Namun sampai saat ini aku belum bisa pensiun karena masalah keuangan, investasi untuk pendidikan anak-anak setidaknya sampai menjadikan mereka sarjana masih jauh dari cukup……

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun