Mohon tunggu...
Taryadi Sum
Taryadi Sum Mohon Tunggu... Insinyur - Taryadi Saja

Asal dari Sumedang, sekolah di Bandung, tinggal di Bogor dan kerja di Jakarta. Sampai sekarang masih penggemar Tahu Sumedang

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Pelajaran dari Gowes ke Gunung Pancar, Jangan Turun di Tanjakan

1 Juni 2015   09:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:24 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meski sudah memasuki tahun kelima menjalani rutinitas bersepeda tiap hari Minggu, saya membatasi waktu bersepeda antara dua sampai tiga jam saja. Kalau berangkat jam 6 pagi, paling lambat jam 9 sudah sampai di rumah. Kalau memulainya habis Shalat Ashar, maka sebelum Magrib harus sudah di pulang.

[caption id="attachment_421680" align="aligncenter" width="600" caption="Funbike Ultah Emas Skadron 8 Atang Sanjaya, Mei 2015. Sumber : Dokumen Pribadi"][/caption]

Dengan topografi wilayah Bogor sebelah utara yang cukup banyak naik-turunnya, setidaknya setiap minggu saya akan menempuh perjalanan antara 30 sampai 40 kilometer saja. Ikut rombongan teman yang biasa bersepeda lebih jauh lagi, hanya sekali-sekali saja. Itupun kalau sudah bosan dengan rute-rute dekat.

Sepeda saya bertype cross country yang suspensinya hanya ada di roda depan,  medan terburuk yang biasa dilalui adalah jalan tanah atau jalan berbatu. Kalau jalannya tidak dapat dilalui karena terlalu berkubang atau jalan putus, paling sepedanya yang diangkat. Karena itu membawa beberapa tools seperti kunci L, kunci penyambung rante, pompa tangan dan tang, sangat penting karena di jalan yang dilalui belum tentu ada bengkel sepeda kalau kita ada masalah.

[caption id="attachment_421681" align="aligncenter" width="300" caption="Menyambung kembali rante yang putus di taman hutan CIFOR. Sumber : Dokumen Pribadi"]

14331269191283989161
14331269191283989161
[/caption]

Pengalaman yang cukup melelahkan, tapi bukan yang paling berat yang pernah dialami, adalah ketika ke Gunung Pancar. Berangkat dari rumah jam 6 pagi, tiba kembali di rumah jam 1 siang dengan 2 kali istirahat. Ketika setelahnya ditelusuri di peta google, ternyata jarak dari rumah sampai tujuan mencapai 43 km, bolak-balik yang ditempuh selama hampir 7 jam itu lebih dari 80 km. Wow… saya bangga juga dengan usia di atas 45 tahun ini masih kuat bersepeda sejauh itu.

Sekitar setengah delapan, kami baru sampai di Sentul, ada tanjakan landai tapi cukup panjang. Entah berapa jaraknya tetapi kami hampir setengah jam melewatinya tanpa sedikitpun datar. Di medan seperti itu yang sangat dibutuhkan adalah konsistensi menggowes, biar pelan tetapi tidak boleh berhenti menggowes jika tidak ingin sepeda terhenti.  Karena tidak terbiasa, cukup capek juga menempuh tanjakan itu setelah menggowes dari rumah satu setengah jam sebelumnya tanpa henti.

Sang teman yang secara usia jauh lebih muda dan sudah biasa jauh, sambil jalan mengatakan “awet-awet tenaganya, di depan tanjakannya lebih curam lagi”.  O’ow… ini sudah capek, ternyata perjalanan masih cukup panjang. Sayapun terus menggowes tanpa memikirkan jam berapa nanti akan sampai di rumah. Maklum lah, biasanya nyepedah tak pernah sejauh itu.

Sekitar 1 km dari pintu gerbang Jungle Land, tanjakan mulai terjal. Di situ ada penunjuk arah ke kiri yang tulisannya “Gunung Pancar 15 km”.  Mulai dari situ, puluhan pesepeda lain tampak sedang menggowes penuh kesabaran, pelan tapi terus menanjak. Dengan gir belakang menggunakan yang paling besar yaitu 9 dan yang depan menggunakan gir paling kecil, sepeda tidak bisa jalan cepat, kira-kira hanya lebih cepat sedikit  dari orang jalan kali.

Setelah sekitar 2 km nanjak curam saya turun dan mendorong sepeda. Sebenarnya bukan karena tidak kuat juga, tetapi karena kecepatan menggayuh dan mendorong tidak banyak berbeda, saya memilih untuk mendorong saja, saya pikir itu lumayan buat mengawetpawet tenaga. Eh.. ternyata tidak juga karena mendorong sepeda di tanjakan juga sama-sama berat. Akhirnya saya menggowes lagi sampai beberapa kilometer dan sampai di pintu gerbang Taman Wisata Gunung Pancar.

Sambil melihat aksi-aksi sepeda downhill di trek hutan pinus, saya istirahat sejenak sebelum melanjutkan ke atas. Ketika bincang-bincang dengan pesepeda lain, ternyata kebanyakan mereka dari Jakarta. Mereka mengangkut sepedanya dengan mobil sampai Sentul, baru mulai menggowes dari situ. Hehehe…. begitu toh, pikir saya mereka langsung gowes dari Jakarta, hampir saja saya angkat topi.

[caption id="attachment_421682" align="aligncenter" width="300" caption="Sejenak di tepi hutan pinus ujung trek downhill Gunung Pancar. Sumber : Dokumen Pribadi"]

14331270621467970771
14331270621467970771
[/caption]

Sekeluar dari Kompleks Jungleland ke arah pulang, kami kembali dihadapkan pada tanjakan yang cukup panjang dan terjal di jalan raya di sekitar persimpangan ke arah kilometer nol. Kembali saya turun karena   sudah agak malas kelamaan menggowes. Sang teman kembali berkomentar “Emang sih, saya juga begitu, kalau sekali turun, nemu tanjakan lagi inginnya turun lagi”. Jadi pelajarannya adalah jangan turun di tanjakan karena itu akan mengurangi motivasi untuk menempuh tanjakan berikutnya.

Karena waktu sudah lewat jam 11, kami langsung cabut pulang tidak berhenti istirahat makan dulu,meski perut sudah minta isi. Usai istirahat makan akan membuat malas menggowes sehingga  kami biasa baru istirahat makan di sekitar di jalan baru Sholeh Iskandar Bogor, yang jaraknya hanya 2 kilometer saja dari rumah. Kalaupun sudah capek dan malas, toh tinggal beberapa gowes lagi sampai di rumah.

Dengan  berusaha sabar dan membiasakan tidak turun di tanjakan, kini satu dua rute  yang sebelumnya dilalui campur dorong seperti ke Curug Nangka atau di Kebun Karet di jalan antara Rumpin sampai Leuwi Liang sudah dapat  dilalui tanpa turun dari sepeda.

Di Bogor memang sangat banyak jalur cross country yang menantang. Saya bahkan libur kemarin sudah merencanakan untuk gowes ke Sukabumi sambil nengok mertua. Tetapi istri selalu melarang “Hey, ingat umur kang……!”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun