Kata orang, jika ke Sumatera Barat belum ke Bukittinggi, itu sama saja dengan belum. Sebenarnya saya pernah melaluinya pada tahun 2001 lalu, namun merasakan suasana kota yang pernah menjadi pusat pemerintahan darutat Republik Indonesia itu baru  diperoleh pada perjalanan terakhir saya minggu lalu.
[caption id="attachment_220835" align="alignnone" width="300" caption="Jam Gadang, Bukittinggi"][/caption]
Kota dengan kontur naik turun itu sungguh indah. Kesemerawutan dan kemacetan lalu-lintas seperti di Jakarta hampir tidak dirasakan di kota sejarah itu. Udaranya pun sangat sejuk, karena kota tersebut berada pada ketinggian sekitar 900 meter di atas permukaan air laut. Puncak-Cianjur  saja yang udaranya termasuk sangat dingin, ketinggiannya  hanya sekitar 600-650 meter dpl saja. Saking dinginnya, di hotelpun saya sangpai harus mematikan penyejuk ruangan.
Sayangnya waktu saya mengunjungi Jam Gadang yang merupakan mascot kota tersebut, lantai bawahnya sedang direnovasi sehingga hanya dapal melihat dari luarnya saja.  Di salah satu sisi taman jam setinggi 26 meter  itu juga terdapat istana Bung Hatta, sang proklamator tercinta, halamannya tidak terlalu besar tetapi sangat indah. Sementara dari sisi lainnya, saya bisa  melihat pemandangan kota dengan atap-atap rumah gadang yang tengahnya melengkung ke bawah itu. Tidak saja rumah, bangunan dengan fungsi modern seperti hotel,  kantor dan rumah makan juga  banyak yang beratap model tersebut.
Setelah sedikit keliling-keliling kota, saya bersama salah seorang teman pulang ke Padang dengan menggunakan jalur alternatif. Dari simpang jambu air kami belok kiri menyusuri Nagari (desa) Taluak, Kubah Putih sampai ke Kotabaru (KM 8 dari Bukittinggi). Di Nagari Sungai Pua (Kabupaten Agam) terdapat beberapa kebun sayuran khas dataran tinggi. Pantas saja ketika perjalanan pergi kami singgah makan di Restoran Aek Badarun saya menemukan rebus baby pakcoy yang sangat manis karena mungkin ketika direbus masih sangat segar.
Ketika pulang menyusuri jalan nasional di Lembah Anai, kamipun singgah di air terjun yang berada di hutan lindung tersebut. Selain berpoto-photo, kamipun menikmati kopi panas di warung-warung yang ada di sekitar situ.
[caption id="attachment_220836" align="alignnone" width="300" caption="Mejeng dikit, di Air Terjun Lembah Anai"]
Di sana  sisa-sisa sejarah masih nampak antara  lain rel kereta yang dibangun jaman penjajahan Belanda yang tampak masih utuh. Salah satu kehebatan yang membuat saya berdecak kagum adalah lintasan kereta yang kadang berada di atas kadang di bawah jalan  menyesuaikan  kontur wilayah yang naik turun.  Pada beberapa ruas terdapat terowongan-terowongan untuk jalan lori tersebut.
Jika anda melakukan perjalanan ke sana, anda pasti akan merasakan Kota Bukittinggi dan  Lembah Anai yang sungguh indah dan mengagumkan. Dan pulangnya jangan lupa membawa oleh-oleh kripik balado  Crishtine Hakim atau Sherly .......
sumber photo : dokumen pribadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H