Mohon tunggu...
Taryadi Sum
Taryadi Sum Mohon Tunggu... Insinyur - Taryadi Saja

Asal dari Sumedang, sekolah di Bandung, tinggal di Bogor dan kerja di Jakarta. Sampai sekarang masih penggemar Tahu Sumedang

Selanjutnya

Tutup

Nature

Indonesia Malah Jadi Pembeli Limbah B3 dari Negara Lain

20 Desember 2011   05:55 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:01 808
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika anda berkesempatan naik kereta ekonomi Jabodetabek, anda akan melihat pedagang-pedagang asong yang mondar-mandir menawarkan berbagai barang dari mulai air minum, kue jajanan ringan, assecoris, sampai dengan batrai hape yang harganya sangat murah. Khusus untuk produk baterai, ada batu baterai kecil merk terkenal dengan harga Rp 500 per buah, baterai arloji/kalkulator Rp. 3.000 per buah dan baterai hape Rp 10.000 per buahnya.  Namun beberapa tahun belakangan ini, barang tersebut juga bisa ditemukan di berbagai keramaian rakyat seperti pasar malam dan sebagainya.

Melihat betapa murahnya harga-harga barang tersebut, terutama baterai-bateraian, saya jadi penasaran dan mencari informasi  darimana barang tersebut dan apakah itu asli atau tidak?. Karena berdasarkan kalkulasi kasar saya, sebuah batu baterai kecil dengan kualitas sejelek apapun biaya produksinya akan terlalu besar untuk dapat dijual dengan harga eceran Rp. 500.

Tetapi karena keterbatasan kemampuan, saya tidak bisa menelusuri secara lengkap dan pasti. Saya hanya mendapat informasi dari banyak pihak bahwa barang-barang itu adalah kiriman dari China yang di tempat asalnya merupakan barang bekas yang di isi kembali kemudian dijual ke Indonesia. Barang tersebut dimasukkan ke dalam kelompok  barang-barang assecoris murah lainnya seperti jepit rambut, jarum pentul, gunting kuku dan lain-lain.

Rongsokan-rongsokan barang elektronik umumnya mengandung sekitar 1000 material, dan sebagian besar dikategorikan sebagai bahan berbahaya, karena merupakan unsur beracun seperti logam berat, diantaranya adalah timbal. Timbal adalah racun penyerang saraf (neurotoksin) yang bersifat terkumpul (akumulatif) dan merusak pertumbuhan otak. Penyerapan timbal ke dalam darah manusia terutama melalui saluran pencernaan dan saluran napas.

Ketika dibakar, sampah yang mengandung logam berat ini menimbulkan pencemaran timbal yang sangat berbahaya. Jika dibuang akan menghasilkan lindi (cairan yang berasal dari dekomposisi sampah dan infiltrasi air eksternal dari hujan). Cairan yang sangat konduktif ini masuk ke dalam tanah dan menyebabkan pencemaran air tanah.

Peneliti PBB menyatakan bahwa ada  20 sampai 50 juta ton sampah elektronik yang dihasilkan setiap tahun. 70 % dari sampah tersebut dibuang dinegara-negara miskin dan berkembang. Limbah tersebut merupakan sumber racun bagi manusia dan lingkungan sekitarnya karena pada saat proses pembuatan perangkat elektronik juga menggunakan berbagai macam bahan beracun.

Jika informasi itu benar, berarti selain surganya para koruptor, Indonesia juga merupakan negeri penampung limbah B3. Jadi betapa bodohnya masyarakat kita di mata asing ketika orang lain membuang limbah harus membayar, tetapi oleh Indonesia malah dibeli. Padahal, sampah barang elektronik merupakan bahaya yang paling mengancam kelangsungan hidup di planet bumi kita, setelah masalah pemanasan global.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun