Mohon tunggu...
Taryadi Sum
Taryadi Sum Mohon Tunggu... Insinyur - Taryadi Saja

Asal dari Sumedang, sekolah di Bandung, tinggal di Bogor dan kerja di Jakarta. Sampai sekarang masih penggemar Tahu Sumedang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kelompok Setengah Mampu yang Menyebalkan

19 Desember 2011   03:01 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:05 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi tadi seperti biasa saya berangkat ke kantor menggunakan KRL Jabodetabek. Selain murah meriah, kereta ini juga anti macet sehingga waktu dan biaya perjalanan jadi efisien.

Sambil melangkah masuk ke kereta, saya membantu sebisanya seorang bapak yang naik memikul dua keranjang jambu merah. Mereka biasanya membawa barang tersebut ke Jakarta untuk dijajakan di pasar atau keramaian lain agar mendapat harga yang lebih bagus sehingga bisa mendapat untung yang lebih baik.

Setelah melalui dua stasiun, sampailah kereta di stasiun Citayam, yang merupakan salah satu pusat kosentrasi penumpang dari moda transportasi tersebut. Keretapun menjadi penuh sesak. Tiba-tiba seorang penumpang yang baru naik berceloteh Heh, keranjang jangan naik kereta ini dong…”. Celetukan itu kemudian ada yang menyahut Iya nih, keranjang di kereta ekonomi saja dan “Yang bener aja mang, masa keranjang naik kereta commuter, jadi aja sempit”.

Pedagang seperti pak tua itu memang biasanya menggunakan kereta ekonomi. Tetapi bapak itu nekat naik kereta commuter line yang berAC dan bertarif Rp. 7.000,- karena kereta ekonomi yang akan lewat masih satu jam lagi. Menurut saya itu pilihan yang logis, karena keterlambatan 1 jam untuk berdagang, kehilangan kesempatan untuk mendapat untungnya lebih dari besar Rp. 5.000, yang merupakan selisih antara harga karcis kereta ekonomi dengan commuter line.

Mendenga ocehan itu, pedagang jambu itu terdiam. Saya juga terdiam karena sebal campur marah, karena mereka melarang pedagang menumpang kereta “sedikit bergengsi” itu. Jangankan membantuatau memberi ruang gerak, sekedar rasa empati pun sepertinya mereka tidak punya. Menurut saya tak ada satupun alasan untuk tidak suka terhadap keberadaan para pembawa dagangan tersebut. Alasan kami berada di kerata itu sama, membeli karcis dan dalam rangka mencari nafkah.

Padahal, bapak yang hampir kakek-kakek itu tak pernah mengeluh ketika kereta ekonomi yang “bersubsidi untuk masyarakat kurang mampu” juga dijejali oleh kelompok perlente berblackberry yang seenaknya memasang kursi lipat jika tidak kebagian tempat duduk.

Ternyata, kelompok masyarakat setengah mampu yang berada satu strata ekonomi dengan saya itu sikapnya sangat menyebalkan ….

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun