Mohon tunggu...
Mas Amik
Mas Amik Mohon Tunggu... -

tidak selamanya bicara harus lewat suara dari mulut... tangan pun bisa bicara, lebih banyak dan awet malah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bernafsu dalam Berdoa

7 Desember 2013   11:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:13 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setahu kita untuk mencapai titik A harus dengan melewati jalur lurus. Namun boleh jadi oleh Allah kita dituntun untuk berbelok-belok terlebih dahulu, entah nanti akan sampai di A atau malah putus di tengah jalan. Skenario Allah memang sulit ditebak, namun selalu menjadi solusi terbaik daripada apa yang kita ketahui dan kita rancang.

Ada kisah menarik mengenai masalah ini. Seorang nenek, sebut saja mbok Yem berprofesi sebagai penjual tempe di pasar di desanya. Kegiatan sehari-harinya membuat dan menjual tempe hasil karyanya. Dengan biaya pas-pasan ia dapat mempertahankan kondisi agar asap dapur selalu mengepul. Di samping itu ia adalah muslim yang taat dan rajin beribadah.

Suatu hari tempe yang seharusnya jadi dan dijual hari itu belum juga masak, masih belum padat dan berbentuk blibar (hampir jadi). Menurut jadwal pembuatan dan racikan bahan dipastikan kedelainya akan jadi tempe pada hari itu. Ia bingung tak ada tempe yang akan dijual nantinya. Di tengah kekalutan ini ia memanjatkan doa, “Ya Allah semoga tempeku ini jadi hari ini”. Ia yakin Allah akan mengabulkan doanya. Karenanya ia tetap berangkat ke pasar walau tempe yang dipikulnya belum sepenuhnya masak.

Di tengah jalan ia tengok bakulnya. Kedelai-kedelai itu belum juga menampakkan tanda-tanda mau masak. Namun sekali lagi ia yakin Allah akan mengabulkan doanya. Sepanjang perjalanan tak henti-hentinya ia memanjatkan doa agar tempenya segera jadi dan bisa dijual. Sesampai di pasar ia tengok lagi bakulnya. Sama, kedelai itu tetap dalam kondisi semula.

Singkat cerita hingga menjelang sore tempenya tak juga masak dan belum ada sepeserpun uang yang ia peroleh. Akhirnya dengan penuh kepasrahan ia berdoa. “Ya Allah, berikan solusi terbaik agar aku tak pulang tanpa membawa hasil apapun,” lirihnya. Tak berapa lama kemudian seorang ibu menghampiri mbok Yem dan bakulnya.

“Mbok, ada tempe blibar nggak? Saya cari ke mana-mana sudah habis semua,” sapa ibu itu.

Tentu saja mbok Yem kaget sekaligus bersyukur akhirnya ada juga calon pembeli untuknya. Namun ia juga khawatir jangan-jangan tempenya sekarang malah sudah masak. Seketika itu ia berdoa lagi, “Ya Allah semoga tempenya belum masak”.

Dan benar, calon-calon tempe itu tetap menjadi calon tempe tanpa berubah sedikitpun. Si ibu pun membeli semua stok yang ada dan mbok Yem bisa pulang tidak dengan tangan hampa.

Rasanya pembaca bisa menyimpulkan sendiri cerita di atas. Yang jelas berdoa adalah wujud kepasrahan dan ketidakberdayaan seorang hamba di hadapan Tuhannya. Bukan pemaksaan kehendak nafsu kita dalam memperoleh apa yang kita inginkan. Sayyidina Ali kw telah mencontohkan doa yang indah yang menggambarkan wujud kepasrahannya terhadap semua pemberian Allah. “Ya Allah, aku mohon jangan Engkau ringankan bebanku tapi kuatkanlah punggungku”.

Lantas bagaimana doa bersama yang kemarin kita panjatkan dan doa-doa lain yang selama ini kita panjatkan? Nafsu atau nurani tentu Anda sendiri yang bisa menjawabnya.

Lirboyo, 23 Mei 2012

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun