“Jangan!” serunya. Ia mencoba berlari. Sayangnya, orang-orang itu malahan mengejarnya. Ia kelelahan berlari sambil mengendong Pengantinnya. Ia terjatuh sambil memeluk pengantinnya. Lalu, orang-orang beramai-ramai merebut pengantin dari pelukannya.
“Bakar! Bakaaaaar!” teriakan orang-orang. Lalu, seseorang mengguyurkan bensin ke tubuh pengantinnya, lantas seseorang melemparkan korek api. Dan, pengantinnya pun terbakar.
(5)
Ia terbangun. Sepi, sudah tidak ada siapa-siapa lagi. Kepalanya masih sakit bekas pukulan tadi. Dilihatnya sang Pengantinnya hangus terbakar. Ia pun menjerit dan menangis sejadinya-jadinya. Kepalanya sangat sakit, pikirannya tak karuan, pada akhirnya ia pun tersenyum.
“Besok aku bikin lagi Pengantinku,” katanya pada dirinya, “di gubukku masih banyak kulit jagung, kelapa, daun pisang kering, batang singkong. Masih bisa ku bikin tiga sampai empat orang-orangan lagi!”
Kemudian, ia bernyanyi sepanjang jalan ke gubuknya.
“diana, diana, kekasihku…bilang pada orang tuamu….”
Sunyi.
-----Taman Margasatwa, 10 September 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H