“Iyaaa!”
“Baik, lihatlah nanti!” kata Mat.
Orang-orang makin banyak. Rasanya, hampir semua penghuni kampung itu datang ke rumah Mat. Mata mereka memperhatikan Mat, mereka pun berbisik-bisik, rasanya mereka ingin benar meneriaki Mat gila.
Mat melangkahkan kakinya ke samping rumahnya. Di sana ada sebuah jendela yang konon di dalamnya ada sebuah kamar.
“Kalian perhatikan, aku akan membuka jendela itu. Jendela kamar tempat aku menyimpan rembulan-rembulan hasil aku memancing,” kata Mat. “Aku akan membuka jendela itu!”
Lalu, Mat membuka jendela itu diiringi berpuluh-puluh pasang mata yang mengamati. Mat membuka lebar-lebar jendela tanpa teralis itu. Sesaat kemudian, ia mundur ke belakang. Tak berapa lama, dari jendela itu, menyembul sebuah rembulan, lalu rembulan itu perlahan-lahan keluar rumah, dan melayang ke langit malam. Lantas, disusul satu rembulan lagi. Kemudian, satu lagi. Dan, satu lagi. Satu lagi. Begitulah seterusnya, rembulan-rembulan itu keluar lewat jendela kamar Mat. Hingga halaman rumah dan kampung itu kian terang-benderang. Langitnya pun terang benderang.
Semua terdiam, terpana, dan tak percaya.
“Bukan, bukan seribu rembulan….tapi, ini sejuta rembulan.” Decak ketua kampung. Hanya itu yang terdengar saat semua terlalu khusyuk menghitung rembulan yang kian banyak di langit sana.
-------------Tambun selatan, 27 Ramadan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H