Mohon tunggu...
Ahmad Fahrudin
Ahmad Fahrudin Mohon Tunggu... Dosen - Ingin selalu memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya

Ilmu Tinemu Kanthi Laku

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Langkah dan Jejak Merupakan Sejarah

27 Mei 2017   18:37 Diperbarui: 27 Mei 2017   18:53 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Langkah dan Jejak Merupakan Sejarah

(Tentang Jejak Budaya Meretas Peradaban)

===== AHMAD FAHRUDIN =====

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dari masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian”—Pramodedya Ananta Toer

Perjalanan kehidupan selalu menghadirkan nuansa dan percik pelajaran yang sangat indah. Terasa indahnya bukan semata-mata karena menyenangkan, akan tetapi kesedihan juga termasuk merupakan keindahan yang akan menyuntikkan ragam warna dalam suatu perjalanan hidup. Sayang rasanya jika dilupakan dan dibiarkan begitu saja. Saya teringat tentang Gajah Mada—yang terkenal dengan sumpah palapanya di kitab Pararaton,maha patih kerajaan Majapahit iru sampai sekarang masih mampu dikenang. Akan tetapi secara pasti tidak ada yang mampu menyebutkan seperti apa persisnya bentuk Sang maha patih ini dari segi perawakannya. Andaikan saja Gajah Mada punya memoar,akan lebih dahsyat lagi kisah sejarahnya yang mampu kita petik. Inilah mengapa begitu pentingnya jejak langkah umat manusia perlu ditulis dan dicatat sebagai warisan sejarah. Kita perlu menuliskannya sendiri, tidak perlu menunggu orang lain menuliskannya. Iya, kalau orang lain akan mencatat, kalau tidak maka akan hilang dari pusaran sejarah.

Buku yang judulnya saya tulis ini memuat pengalaman hidup dari Bapak Emcho (asluhuM. Khoiri), bagi saya buku ini sangat menarik ketika saya baca. Buku ini ditulis berdasarkan pengalaman pribadi mulai dari yang biasa, unik, nyentrik, sampai pengalaman yang luar biasa. Mulai perjalanan di dalam negeri—yang tersebar di berbagai kota di Indonesia sampai kepada pengalaman hidup beliau yang berada di luar negeri. Dikemas dengan bahasa yang luar biasa kreatif, sehingga kisah yang sebenarnya biasa menjadi luar biasa dan patut dibaca.

Ada kisah yang super ajaib yang dialami oleh beliau, keajaiban yang terjadi pada Bapak Emcho ini, dialami ketika pulang dari Madura. Saat beliau menyetir kendaraan sendiri tiba-tiba sampai kesasar jauh dari rute yang seharusnya dituju. Hal itu tidak disadari oleh beliau, tersebab beliau dalam keadaan ngantuk berat sampai-sampai tidak tersadarkan diri. Namun, ajaibnya bapak Emcho tidak mengalami apa-apa, mungkin Allah masih sayang dengan beliau. Hehe.

Buku Jejak Budaya Meretas Peradaban ini mengajarkan banyak kebijaksaan dan pelajaran kepada manusia dalam mengendalikan psikologis kehidupan. Ada beberapa cerita yang menggelitik bagi saya, “Ternyata istri tetangga lebih menggelitik”, hampir sejurus dengan lagu anak muda yang dipopulerkan oleh Group Band Republik “Lebih hangat selimut tetangga”, bahkan ada juga yang menyatakan rumput tetangga lebih hijau. Tetapi yang menjadi pelajaran di sini bukanlah ungkapan-ungkapan tersebut, namun adalah perjuangan bagaimana bapak Emcho mencarikan buah alpukat untuk istrinya yang mengidam karena waktu itu sang istri sedang hamil, dan saat itu bukannya musim buah alpukat.

Pengalaman yang lain adalah perjuangan bapak Emcho dalam berhenti merokok, memang tidak sulit untuk berhenti merokok. Bagi orang menjadikan rokok sebagai bagian dari hidupnya, yaitu ahli hisab, perkara ini sangat sulit untuk ditinggalkan. Bahkan dikalangan santri Pondok Salaf tidak jarang kita temui kalimat keramat “Suparman bacok an, bar mangan rokok an”.

Kendati demikian, setelah saya membaca buku bapak Emcho, saya mulai merenung dan berfikir, karena saya sendiri juga pecinta rokok sekaligus pasangannya (kopi), betapa sombongnya saya dan apatis, ketika saya merokok berarti saya telah membuang uang dengan cara membakar rokok tersebut, dalam satu hari saya menghabiskan 1 pack berharga 12 ribu, satu bulan sudah habis berapa?, bisa kita kalkulasikan. Di sisi lain masih banyak orang yang kurang mampu, kaum dhuafa atau yatim piatu yang lebih membutuhkan uang. Justru sebaliknya saya malah membuang uang dengan cara membakar secara percuma.

Setelah saya membaca buku tersebut. Hati kecil saya mempunyai keinginan kuat, tekad yang besar untuk berhenti merokok. Walaupun saya harus terus terang, sampai saat ini saya sendiri belum bisa berhenti dari kegiatan pengasapan tersebut. Tetapi saya yakin, dengan kemauan yang keras, suatu saat hal ini akan terwujud. Pepatah Inggris mengatakan, “Nothing impossible in the world”filosofi yang berarti “Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini”, segalanya pasti serba mungkin, dan secara langsung saya menyadari dari hati kecil saya bahwa kesehatan itu mahal harganya, mencegah lebih baik dari pada mengobati.

Demikian secuil pelajaran yang mampu saya ambil dari buku Jejak Budaya Meretas Peradaban tulisan bapak Emcho. Masih banyak pelajaran yang dapat diambil dari buku tersebut. Khazanahpengalaman hidup—sekali lagi diajarkan secara indah, berbaris rapi, dan berjajar lurus di dalamnya. Buku ini sangat recommended dibaca oleh berbagai tingkat golongan. Yakinlah tidak akan pernah rugi. Terima kasih Pak Emcho atas bukunya, semoga bermanfaat dan bisa sebagai sarana peningkatkan kualitas diri.

Surabaya, 16 Oktober 2014

*Dengan sedikit revisi seperlunya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun