Gerimis turun di mata nan elok, tiupan angin menyapu dingin hidung mbangir. Dingin, sunyi, hanya tetes air menyatu meluruk mata, menimbulkan sentimen bahwa ini adalah fatamorgana. Benarkah?
Jangan tanya kepadanya tentang duka, itu artinya anda telah mengubur luka yang masih berdarah. Sejenis sayatan janji kepada sumpah, seumpama tikaman tajam terhadap setia. Bagaimana bisa wajah nan elok harus menanggung derita, bukankah ini lelucon penuh darama dan airmata.
Jauh dari apa yang bisa di bayangkan, ada nada sesal setiap kali hembusan nafas menemukan ritme bersama gumpalan hayal. "Seandainya pertemuan ini tidak terjadi, seandainya aku mendengat nasihat bunda tentang kesetiaan lelaki".
Terlalu cepat menyerahkan rasa kepada prasangka, ternyata mengakibatkan akal logika terkunci di lembah duka. Semestinya, dahulu diri menimbang rayuan sebagai alram kecemasan, bukan menjadikan pujian hanya kembang tanpa akar, tanpa perawatan, tanpa kejelasan kemana hendak di semai benih hubungan.
Anda tidak akan mengerti semua ini, sebelum malapetaka itu mengajari.
#####
Baganbatu, april 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H