Dalam semangkuk bubur ayam penuh uap panas padat karena pedas, ingin aku tenggelamkan ingatanku tentang dirimu, amarahmu, cemburumu, tanya penuh curiga setiap kali aku pulang lebih dari jam de[apanbelas tigapuluh.
Ini pikiran konyol yang pernah terlintas bersama sambaran kereta cepat Jakarta menuju Bandung. Ingin secepat itu menghapus ingat, namun rel besi bukan emas duapuluh empat karat belum jua menembus kontrak karya hingga pemilu tiba.
Semangkuk bubur ayam, abang pedagang yang linglung memandang, antrean panjang pembeli tiket konser Blakpink kesetanan, menambah semrawut penalaran otak kiri dan kanan.
Masabodoh dengan bubur ayam, masabodoh dengan jerit kegirangan anak kecil mendapat uang lembaran sepuluh ribu kumal, aku hanya ingin sekedar menyeruput airmancur di bundaran, berteriak kencang melepas penat hati penat pikiran.
Sebungkus bubu rayam akhirnya aku bawa pulang, bukan untuk marahmu, bukan untuk merayakan kemenangan kecurigaanmu kepada keringat bercampur debu memenuhi tubuh. Ini tak lebih dari ritual baru memanggil penunggu penghuni gubug reot di samping mess pemda.
#####
Baganbatu, maret 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H