Dahulu ia hanya jelatah, merangkak dari bawah, tanpa membawa bekal tanpa membawa pusaka. Polos bagai si bayi lahir dan menangis.
Kini ia adalah orang ternama, empatpuluh jabatan ada di pundaknya. Direktur utama, komisaris independen, tenaga ahli, penasihat kebijakan, sampai sebagai pemegang saham untuk seribu perusahaan.
Siang atau malam, terang maupun kelam, ia sibuk memeriksa pembukuan. Uang masuk uang keluar, berapa nominal bisa disimpan dan di kembangkan. Semua jenis kemewahan telah di genggam.
Semakin banyak di miliki, Â semakin tnggi mimpi hendak di raih.
Semakin tinggi kemampuan mengumpulkan harta duniawi, semakin haus diri akan kemilau hasrat ragawi.
Sifat jujur tetiba menepi
Rasa malu telah mati bersama kebohongan tempo hari
Jangan tanya tentang nurani, ia telah menukarnya dengan kebahagiaan semu terbungkus ilusi.
Malam ini, di antara seruan adzan magrib dan jerit tangis tetangga menagih janji, ia menangis menyesali diri.
Bukan iba melihat kemiskinan
Bukan tersentuh melihat penderitaan
Tetapi membayangkan seandainya harta kekeyaan yang di miliki di jarah para gelandangan. Ia tidak takut dosa, tidak takut masuk penjara, ia hanya takut kembali menjadi jelatah.
#####
Baganbatu, maret 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H