Selamat malam mawar, selamat malam para daun bergoyang, selamat malam kepada sekumpulan semut kayu yang sedang mengadakan ritual. Aroma getah damar bercampur kemenyan, menelusup alun menambah sendu mataku.
Selamat malam kepada kalian yang mengaku mencintai hutan seperti istri keduamu, kita biasa berdusta, bahkan terbiasa menjadikanya rutinitas pengganti doa. Entah siapa sebenarnya kita.
Truk pengangkut kayu hilir-mudik di dalam mataku, pembakaran hutan hampir-hampir memusnahkan uban di kepala, longsor dan banjir bandang yang kemarin terjadi menerjang akal sehat dan isi otak kananku.
Kau bayangkan betapa sakitnya itu. Hutan sepi tanpa kunang-kunang menerangi bola mata, hanya guguran tanah humus bercampur sisa material tambang sesekali menyembur dari mulutku.
Kepalaku sakit sebelah, gelondongan kayu bernilai rupiah menggedor meminta jatah. Kepalaku hanya sebuah. Menampung keluh kesah para primata yang menjerit kehilangan tumpah darah.
Bayangkan oleh kalian yang sering berpidato tentang hutan rimba. Aku sakit, sekarat, dengan isi kepala berisi kutukan dan sumpah serapah serangga hingga puluhan jenis mamalia.
Hutan ini
Sepi
Hampir mati
Siapa peduli jika isi kepalaku adalah bunyi-bunyi tangis anak ular, siamang, macan akar, yang kehilangan masa depan.
Selamatkan hutan