Seketikah luruh semangat hidupku, keberanianku jatuh ketitik beku, tampang garang dengan dada bidang telah kosong dari badai dan amukan topan.
Aku menangis sejadi-jadinya
Aku menjerit sekuat-kuatnya
Aku menyesali telah merobohkan tembok besar bernama perjanjian
Aku melukai hati dan perasaan insan-insan lemah penuh pengharapan
Air mata tak bisa mengembalikan kedamaian
Ratapan sedih bukan solusi menciptakan kesepakatan
Ketika kesadaran berpikir ini datang, telah banyak hak hidup orang lain bergelimpangan, ketidak adilan menjadi kendaraan perang memberangus segala macam kritik dan wejangan.
Peluru pertama merobohkan akal-pikir dan kesetiaan
Peluru kedua, menjatuhkan wibawa martabat kemanusiaan