Hari beranjak senja, puluhan bahkan mungkin ribuan anak-anak bergerombol di serambi hina. Wjahnya tirus tanda kekurangan asupan tenaga, matanya menanggung lelah yang mungkin belum di mengerti arti dan maknanya oleh mereka. Hanya berjalan memutar mengitari kenyataan, berharap Tuhan menjatuhkan makanan dari langit sebagai bekal malam. Dingin yang mulai mencekam, kantuk yang tetiba menghantam, horor kekerasan yang bisa datang kapan saja tanpa belas kasihan. Sungguh malam panjang penuh penderitaan, setelah siang membakar tanpa masadepan dan kepastian.
Pemerintah abai dengan rakyatnya, mendahulukan insfratuktur daripada menyediakan gizi untuk generasi yang masih renta.
Tetangga hanya bergumam "kasihan", karena dirumahpun tak ada makanan yang tersisa.
Jika kita menyaksikan dari layar kaca, kemudian berkata lirih "kasihan" tanpa mengulurkan derma, sungguh itu sebuah dosa yang sangat hina.
Yang terjadi di sana, bisa terjadi kepada anak-anak kita, Â menangisnya mereka, sama persis seperti tangisan anak-anak di depan mata.
Anak manusia yang mesti terkorban oleh sesuatu di luar jangkauan nalar mereka.
Siapa yang salah?
#####
Baganbatu, akhir juli 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H