Berdiri menghadap utara, angin laut mengagkut panas dan gerah, butir-butir garam memandikan bintang, sayup-sayup bunyi kentongan langit membangunkan angan.
Aku terpejam, merasakan aliran darah melaju pelan, hati dan perasaan terisi serpihan bulan. Bulan yang tertinggal, hanya menyisahkan surat cinta dari daratan.
Menyaksikan kemudian terdiam, menangis pelan ketika malam menyentuh makam. Teringat kisahmu yang disadur pengarang picisan, menjertit dan meronta tetapi di tulis hanya balada cinta. Kekanak-kanakan.
Sejak kapan bulan kenal penghianatan, sementara malam tetap melenggang tanpa menoleh kebelakang. Malam dan bulan pisah ranjang, menjauhkan badan padahal perasaan rindu begitu mengancam.
Jangan harap malam ini bulan akan datang, seperti dirimu yang hanya tenggelam dalam diam.
*****
Baganbatu, MaretÂ
2022Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H